Repelita Jakarta - Wacana perubahan mekanisme pemilihan wakil presiden yang memungkinkan ditetapkan oleh MPR berdasarkan usulan presiden terpilih terus bergulir dan memantik berbagai reaksi.
Sejumlah pihak menilai skema ini lebih sehat dibanding mekanisme lama yang kerap diwarnai kompromi transaksional antarpartai.
Komunikolog politik Tamil Selvan menyatakan mendukung ide tersebut karena dapat memangkas praktik politik uang dan transaksi kekuasaan.
“Kalau presiden yang menentukan calon wakilnya dan diserahkan ke MPR, saya pikir ini bisa mengurangi manuver-manuver transaksional dalam Pilpres,” ujarnya melalui sambungan telepon, Minggu 6 Juli 2025.
Kang Tamil, sapaan akrabnya, meyakini bahwa jika usulan calon berasal dari presiden terpilih, MPR tidak akan mudah terbuka pada tekanan transaksional.
Ia menambahkan, langkah ini memberi ruang bagi presiden membentuk tim solid dan sejalan dengan visi pemerintahannya.
“Ini untuk mempercepat kerja pemerintahan dan mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045,” kata akademisi Universitas Dian Nusantara itu.
Gagasan tersebut awalnya disampaikan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie.
Ia mengusulkan agar rakyat tetap memilih langsung presiden, sementara wakilnya ditetapkan MPR dari satu atau dua nama yang diajukan presiden terpilih.
Usulan ini menguat seiring dipisahkannya pemilu nasional dan daerah oleh Mahkamah Konstitusi.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menilai gagasan Jimly layak dipertimbangkan karena sesuai dengan arah reformasi sistem politik nasional.
Bambang menyebut model tersebut dapat menghindari ambang batas pencalonan presiden 20 persen yang selama ini menutup ruang kompetisi sehat.
Ia juga menilai sistem baru ini dapat menekan beban kompromi politik yang kerap melemahkan arah kepemimpinan nasional.
“Dengan kondisi sekarang, pemisahan proses pemilihan Presiden dan Wakil Presiden bisa jadi jawaban atas banyak persoalan mendasar dalam demokrasi elektoral kita,” ucap Bambang dalam peluncuran buku Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca Perubahan UUD 1945 di Jakarta, Jumat 4 Juli 2025.
Ia menegaskan bahwa pembentukan pasangan calon selama ini terlalu sarat kepentingan politik praktis dan menutup kemungkinan munculnya pemimpin berkualitas secara mandiri.
Usulan tersebut membuka kembali ruang untuk menata ulang struktur kekuasaan demi stabilitas pemerintahan yang lebih baik ke depan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.