
Repelita Jakarta - Kembalinya Letjen Novi Helmy Prasetya ke struktur militer setelah dicopot dari posisi Direktur Utama Bulog menuai tanda tanya publik.
Sebelumnya, ia disebut sedang dalam proses mundur dari TNI saat ditunjuk menduduki jabatan sipil tersebut.
Perputaran jabatan itu tercatat dalam Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/333/III/2025 yang menyatakan Novi dirotasi menjadi staf khusus Panglima TNI.
Dengan begitu, ia berstatus perwira tinggi nonaktif di Mabes TNI.
Namun setelah tak lagi menjabat Dirut Bulog, ia kembali aktif sebagai perwira tinggi di TNI.
Peneliti dari SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, menyoroti inkonsistensi implementasi UU TNI dalam kasus ini.
Menurut Ikhsan, posisi Dirut Bulog tidak termasuk dalam daftar jabatan sipil yang boleh diisi prajurit aktif sebagaimana tercantum dalam Pasal 47 ayat (2) UU TNI.
Ia juga menilai pengaktifan kembali Letjen Novi setelah menjabat posisi sipil sebagai bentuk kemunduran reformasi militer.
"Status aktif kembali pasca-pensiun mengaburkan batas antara kedinasan dan masyarakat sipil.
Ini bisa jadi preseden buruk dan menghambat regenerasi di TNI," ujarnya, Senin 7 Juli 2025.
Ikhsan juga mendesak dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pola penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.
Ia mengingatkan bahwa UU TNI hanya memperbolehkan keterlibatan prajurit dalam lingkup yang mendukung pertahanan negara.
Mabes TNI sendiri menyatakan bahwa pengembalian Letjen Novi didasari kebutuhan organisasi dan pembinaan personel.
Namun alasan itu dianggap janggal oleh SETARA karena tidak dijelaskan secara transparan dan berpotensi membuka ruang pelanggaran UU.
Dalam kesempatan terpisah, Kristomei Sianturi selaku Kepala Pusat Penerangan TNI menyebut Letjen Novi kembali berdinas sebagai bentuk dedikasi terhadap institusi.
Padahal dalam rotasi sebelumnya, jenderal bintang tiga itu hanya menjadi staf khusus tanpa jabatan struktural.
Kembalinya Letjen Novi juga bertepatan dengan sorotan atas temuan 300 ribu ton beras impor berkutu yang disimpan Bulog di Yogyakarta.
Kerugian negara akibat temuan itu ditaksir mencapai Rp3,6 triliun.
Anggota Komisi IV DPR dari PDIP, Mufti Anam, mempertanyakan hal ini secara terbuka.
"Kalau saya hitung-hitung 300 ribu dikali 1.000 x Rp12 ribu, itu duitnya banyak sekali. Sekitar Rp3,6 triliun duit negara yang dibuang sia-sia," kata Mufti.
Di tengah kritik dan kerugian besar negara itu, pengembalian Letjen Novi ke TNI makin memantik perdebatan atas konsistensi dan transparansi di tubuh militer. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

