Repelita Bandung - Pemimpin Front Persaudaraan Islam, Rizieq Syihab, mengkritik keputusan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mengganti nama RSUD Al Ihsan menjadi RSUD Welas Asih.
Ia menilai perubahan nama tersebut tidak hanya tidak perlu, tapi juga mengandung kecenderungan islamofobia.
Dalam sebuah kajian di Megamendung, Kabupaten Bogor, Rizieq mempertanyakan alasan penggantian nama yang sebelumnya menggunakan istilah “ihsan”.
Menurutnya, kata tersebut telah menjadi bagian dari bahasa Indonesia dan memiliki makna religius.
"Kita tidak bilang Welas Asih itu buruk, tapi kenapa harus ganti Al Ihsan. Ihsan itu sudah masuk kosakata nasional," ujar Rizieq dalam pernyataan yang beredar luas di media sosial pada 6 Juli 2025.
Rizieq juga menganggap langkah tersebut bertentangan dengan semangat efisiensi yang selama ini digaungkan pemerintah pusat.
Ia menyebut penggantian nama akan memicu biaya tambahan untuk penyesuaian administratif hingga penggantian atribut dan papan nama.
Kuasa hukum FPI, Aziz Yanuar, menyebut alasan mengganti nama demi kearifan lokal adalah tidak berdasar.
Ia menegaskan pihaknya akan menyurati berbagai lembaga untuk menuntut pembatalan keputusan tersebut.
"Kalau tidak ditanggapi, kami siap turun aksi," kata Aziz.
Gubernur Dedi Mulyadi sebelumnya menjelaskan bahwa pergantian nama rumah sakit bertujuan memperbarui identitas layanan kesehatan milik Pemprov Jabar.
Ia menyebut nama Welas Asih lebih mencerminkan karakter masyarakat Sunda yang penuh kelembutan dan kasih sayang.
Namun, ini bukan kali pertama Dedi Mulyadi berselisih dengan Rizieq Syihab.
Konflik antara keduanya telah berlangsung sejak Dedi menjabat sebagai Bupati Purwakarta.
Salah satu momen yang sempat viral adalah saat Rizieq memelesetkan salam adat Sunda “sampurasun” menjadi “campur racun” dalam sebuah ceramah.
Pernyataan itu menuai kecaman dari tokoh-tokoh Sunda hingga dilaporkan ke Polda Jawa Barat.
Ketua Umum AMS, Noery Ispandji Firman, menilai tindakan Rizieq telah melecehkan budaya lokal.
Tak hanya itu, Rizieq juga pernah menuduh Dedi melakukan perilaku syirik karena menggunakan simbol-simbol budaya seperti Kereta Kencana dan menyebut nama Nyi Roro Kidul dalam tradisi lokal.
Dedi membantah tuduhan tersebut.
Menurutnya, budaya dan agama bisa berjalan berdampingan.
Ia menyatakan bahwa tuduhan syirik tidak bisa dijatuhkan semata-mata dari simbol budaya karena urusan tauhid bersifat personal.
Rizieq juga pernah menuding Dedi sebagai pendukung ajaran Sunda Wiwitan, yang merupakan kepercayaan tradisional sebagian masyarakat adat Sunda.
Namun, Dedi menegaskan dirinya tetap seorang muslim taat yang menghormati keberagaman budaya.
Ketegangan berlanjut saat pembangunan sejumlah patung tokoh pewayangan dan tokoh Hindu Bali di Purwakarta dikritik keras oleh FPI.
Rizieq menilai pembangunan patung berpotensi mengarah pada pengkultusan dan praktik yang menyimpang dari ajaran Islam.
Dedi membela diri dengan menyatakan bahwa pembangunan patung tersebut bertujuan melestarikan nilai-nilai sejarah dan budaya masyarakat Sunda.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.

