Repelita Jakarta - Kontroversi mengenai dugaan ijazah palsu mantan Presiden RI Joko Widodo masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Sejumlah tokoh nasional turut memberikan tanggapan terhadap isu ini.
Salah satunya adalah Kolonel Inf. (Purn.) Sri Radjasa Chandra, mantan intelijen negara, yang menyatakan keyakinannya bahwa ijazah Jokowi adalah palsu.
Dalam sebuah tayangan di YouTube Forum Keadilan, Sri Radjasa menceritakan bahwa Pasar Pramuka di Jakarta Timur diduga menjadi lokasi pembuatan ijazah Jokowi.
Dugaan ini awalnya diungkap oleh Beathor Suryadi, politikus senior Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Sri Radjasa juga menegaskan bahwa Pasar Pramuka dikenal sebagai tempat produksi berbagai dokumen palsu, termasuk ijazah.
“Ahlinya (pembuatan ijazah palsu) ada di belakang kios-kios itu,” ujarnya.
Ia menjelaskan pada era 1990-an, biaya pembuatan ijazah palsu universitas swasta yang kurang ternama bisa mencapai Rp8 juta, dan harga untuk ijazah universitas negeri tentu berbeda.
Dari hasil penyelidikannya, Sri Radjasa semakin yakin bahwa ijazah Jokowi tidak asli.
Dia juga menyebut pernah berdiskusi dengan pakar forensik digital Rismon Sianipar, yang berulang kali menuduh ijazah Jokowi palsu.
Menurut Sri Radjasa, ada upaya kekuasaan untuk menutupi kasus ini, terutama karena rekam jejak ijazah seperti skripsi dan lembar penilaian tidak ditemukan.
Sri Radjasa juga menuding mantan Wamendes PDTT, Paiman Raharjo, sebagai sosok yang terlibat dalam pembuatan ijazah palsu tersebut.
“Saya dapat informasi dari teman-teman Pasar Pramuka bahwa di situ ada Paiman, relawan Sedulur Jokowi, yang kemudian mendapat jabatan wamen,” katanya.
Dia pun menyindir sikap Jokowi yang enggan menunjukkan ijazah asli, sehingga masalah ini terus berlarut.
Menurut Sri Radjasa, kasus ini dapat segera diselesaikan jika Jokowi bersedia membuka bukti ijazah aslinya.
Mengenai waktu pembuatan ijazah, Sri Radjasa memperkirakan dibuat pada tahun 2012 atau 2014.
Beathor Suryadi sebelumnya menjelaskan kronologi dugaan pembuatan ijazah palsu tersebut.
Menurut Beathor, informasi berasal dari Eko Sulistyo, mantan KPUD Solo dan anggota Tim Pemenangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta seorang bernama Widodo dari tim Solo.
Beathor menyatakan pada 2005, Jokowi menggunakan dua gelar, doktorandus dan insinyur, namun asal universitas gelar-gelar tersebut diragukan.
Ia juga menyebut sejak 1985 hingga 2005, Jokowi tidak pernah menghadiri kampus UGM ataupun bertemu dengan teman-temannya.
“Waktu dia menjadi wali kota 10 tahun, dia enggak pernah bikin reuni di Solo mengundang teman-temannya," ujarnya.
Beathor menyatakan bahwa dokumen Jokowi dilengkapi melalui pertemuan kelompok Jakarta dan Solo, termasuk Widodo yang menjadi perantara.
Ia mengklaim dokumen dibuat agar bisa disetorkan kepada KPUD, dan Denny Iskandar sebagai pengatur draf-draf dokumen tersebut.
Namun Denny mengaku tidak ikut ke Pasar Pramuka, melainkan Widodo yang pergi ke sana.
Sebelumnya, Bareskrim Polri telah melakukan uji laboratorium forensik terhadap ijazah sarjana Fakultas Kehutanan UGM milik Jokowi.
Hasil pemeriksaan menyatakan dokumen tersebut asli, berdasarkan bahan kertas, tinta, cap stempel, dan tanda tangan pejabat fakultas.
Pihak kepolisian juga memeriksa 39 saksi dari fakultas hingga teman Jokowi selama kuliah.
Pemeriksaan dan gelar perkara memastikan tidak ditemukan tindak pidana terkait ijazah tersebut.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

