Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ulil Sebut Aktivis Tolak Tambang Sebagai Wahabi, Nadirsyah Hosen Balik Sentil Soal Kerusakan dan Penjajahan Ekologis

 Membedah Hujjah Fikih Tambang Ulil Abshar Abdalla

Repelita Jakarta - Pernyataan Ketua PBNU Ulil Abshar Abdalla soal tambang menuai perdebatan luas di ruang publik.

Dalam sebuah program televisi swasta bertajuk Cabut Tambang Nikel, Sementara atau Selamanya?, Ulil menyebut kerusakan ekosistem akibat tambang adalah hal yang lumrah dan tak patut dipermasalahkan.

Lebih jauh, Ulil melabeli para aktivis penolak tambang sebagai wahabi karena dianggap ingin mempertahankan kemurnian lingkungan secara mutlak.

"Ini yang saya sebut dengan wahabisme itu.. wahabisme itu gini, orang wahabi itu, begitu inginnya menjaga kemurnian teks. Sehingga teks tidak boleh disentuh sama sekali. Harus puritan. Puritanisme teks itu adalah wahabi," ujarnya, dikutip Minggu.

Ulil bahkan menyebut aktivis lingkungan sebagai ekstremis karena menolak penambangan yang menurutnya merupakan anugerah Tuhan.

"Apakah sama sekali kita tidak boleh menambang? Ini anugerah Allah, pohon anugerah Allah, tambang anugerah Allah," kata dia lagi.

Menanggapi pernyataan Ulil, Nadirsyah Hosen menyampaikan kritik keras melalui akun X miliknya.

Menurutnya, pernyataan Ulil terlalu menyederhanakan isu pertambangan yang sejatinya sangat kompleks dan penuh problematika.

"Penambangan bukan sekadar perkara teknis antara 'baik' dan 'buruk', melainkan melibatkan soal ketimpangan struktural, kerusakan ekologis, dan pelanggaran hak masyarakat lokal," tulis Nadir.

Ia menyayangkan jika tambang dinormalisasi lewat klaim-klaim abstrak tanpa menyoal dampak kerusakan riil di lapangan.

Ia mengutip surah Al-Aʿrāf: 56, yang berbunyi: "Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya."

"Kerusakan ekologis akibat tambang berskala besar, baik yang berizin maupun liar, tak sekadar meninggalkan luka di permukaan tanah. Ia mencemari mata air, merusak ekosistem, dan mengusir masyarakat dari tanah warisan leluhur mereka," ungkapnya.

Menurutnya, kehancuran lingkungan seperti itu tergolong fasād al-bī’ah, kerusakan sistemik terhadap alam.

Nadir menyebut Ulil gagal membedakan antara pertambangan yang baik dan yang merusak.

"Mayoritas praktik tambang di Indonesia kerap sarat dengan pelanggaran etis, hukum, dan sosial. Bahkan perusahaan-perusahaan yang menyandang 'izin resmi' banyak yang melanggar AMDAL, meminggirkan masyarakat adat, dan membungkam protes rakyat," tegasnya.

Ia menilai keuntungan tambang selama ini hanya dinikmati segelintir elit dan pemegang kekuasaan.

"Sementara rakyat kehilangan air bersih, tanah warisan, dan udara sehat. Itu bukan maslahat, tapi penjajahan domestik," ujarnya.

Menurutnya, dalam maqāṣid syariah, kemaslahatan harus adil, menyeluruh, dan berkelanjutan. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved