Repelita Jakarta - Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, menyoroti sikap seorang sejarawan yang memilih mundur karena enggan menulis Bab pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo, khususnya terkait sejarah Ibu Kota Negara (IKN).
Pernyataan tersebut disampaikan Iman melalui akun X @zanatul_91 pada Rabu 11 Juni 2025.
"Ada sejarawan menolak nulis Bab Pemerintahan Jokowi, terutama sub Bab sejarah IKN. Akhirnya mundur," tulis Iman.
Ia juga mengungkap sindiran dari Ketua Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia (AKSI), Marzuki Darusman, terhadap keputusan mundur itu.
"Hal ini disindir oleh Marzuki Darusman: menulis memoar sebelum kerja selesai," sambungnya.
Diketahui, sejumlah sejarawan yang tergabung dalam AKSI menyatakan penolakannya terhadap proyek penulisan ulang sejarah Republik Indonesia.
Penolakan itu mereka utarakan dalam rapat dengar pendapat umum bersama Komisi X DPR RI yang digelar di Senayan, Jakarta, pada Senin 19 Mei 2025.
Tokoh-tokoh yang hadir dalam rapat tersebut antara lain Usman Hamid dari Amnesty Internasional Indonesia, Mike Verawati dari Koalisi Perempuan Indonesia, serta Amirrudin, seorang aktivis HAM.
Dalam forum itu, Ketua AKSI Marzuki Darusman menyampaikan pernyataan resmi berisi lima poin penolakan terhadap rencana penulisan sejarah versi pemerintah.
Pertama, proyek tersebut dianggap sebagai upaya sadar pemerintah untuk mengontrol narasi sejarah dengan tafsir tunggal.
Hal ini dipandang sebagai bentuk manipulasi sejarah demi kepentingan politik.
Kedua, pemerintah dinilai sedang menjadikan sejarah sebagai alat legitimasi kekuasaan yang bertujuan membatasi ruang berpikir dan kebebasan pendapat rakyat.
Ketiga, politik kekuasaan yang dilakukan pemerintah dilihat semakin mendekati karakter otoritarian, bahkan berpotensi menuju totalitarianisme.
Menurut AKSI, kondisi ini bukan sekadar pergeseran, melainkan upaya sistematis untuk menciptakan kontrol total atas ruang publik dan kesadaran sejarah masyarakat.
Keempat, dampak dari proyek ini disebut berbahaya karena menciptakan sejarah buatan dan mengkhianati semangat demokrasi serta nilai-nilai kerakyatan.
Kelima, pengalaman sejarah Indonesia telah menjadi rujukan penting bagi dunia.
Mengaburkan fakta sejarah demi melanggengkan kekuasaan dianggap sebagai tindakan yang berpotensi membawa bencana sosial dan budaya.
Aliansi Keterbukaan Sejarah Indonesia pun secara tegas menolak segala bentuk penulisan sejarah tunggal yang digagas oleh pemerintah saat ini.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok