Repelita Jakarta - Mantan Menteri Pendidikan Nadiem Makarim menjadi sorotan publik setelah dicegah ke luar negeri oleh Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 9,9 triliun dalam Program Digitalisasi Pendidikan.
Pencegahan berlaku sejak Kamis, 19 Juni 2025, selama enam bulan ke depan.
Nadiem telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi selama 12 jam di Gedung Jampidsus Kejagung pada Senin, 23 Juni 2025.
Ia memilih irit bicara dan hanya menyebut bahwa kehadirannya merupakan wujud tanggung jawab sebagai warga negara yang taat hukum.
Isu negatif seputar kepemimpinan Nadiem di Kemendikbud Ristek kembali mencuat.
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengungkapkan bahwa surat yang dikirimnya saat menjabat Wali Kota Solo tak pernah ditanggapi oleh Nadiem.
Surat itu berisi keluhan tentang zonasi, pengawasan sekolah, Merdeka Belajar, dan Ujian Nasional.
“Surat ini belum dapat tanggapan. Saya sudah cek ke Sekda dan Kepala Dinas,” ujar Gibran saat forum evaluasi kebijakan pendidikan pada 11 November 2024.
Gibran menilai program zonasi belum bisa diterapkan secara merata, karena masih ada ketimpangan distribusi guru antar daerah.
Ia juga menyatakan bahwa keluhan soal zonasi terus berulang setiap tahun, tetapi tidak pernah ditindaklanjuti secara serius.
Setelah menjadi Wapres, Gibran langsung berkoordinasi dengan Mendikdasmen baru Abdul Mu’ti untuk memperbaiki masalah tersebut.
Di sisi lain, Jusuf Kalla turut melontarkan kritik keras terhadap Nadiem.
Dalam diskusi DPR bertajuk ‘Menggugat Anggaran Pendidikan’, JK menyebut Nadiem tidak memahami dunia pendidikan dan jarang berkantor.
“Begitu menterinya tidak ngerti pendidikan dan malas ngurus pendidikan, kacaulah semuanya,” ujar JK.
JK membandingkan Nadiem dengan tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara dan Anies Baswedan yang dianggap memiliki pemahaman mendalam tentang dunia pendidikan.
Menurut JK, prestasi Nadiem sebagai CEO Gojek tidak cukup menjadi dasar memimpin sektor pendidikan nasional.
Kritik itu diperkuat oleh pengamat Bhima Yudhistira yang menilai penunjukan Nadiem sejak awal memang tidak tepat.
Bhima menilai Nadiem kurang paham prioritas sektor pendidikan dan hanya fokus pada pendekatan startup.
Ia menegaskan bahwa permasalahan pendidikan tidak sekadar soal kebutuhan dunia usaha, tetapi juga menyangkut kualitas SDM secara menyeluruh.
Sorotan publik terhadap kinerja dan integritas Nadiem kian tajam setelah kasus korupsi pengadaan laptop mencuat.
Kasus ini diperkirakan akan terus berkembang seiring proses penyidikan di Kejaksaan Agung.
Nadiem sendiri belum memberikan klarifikasi secara terbuka terkait tuduhan maupun kritik yang dialamatkan kepadanya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.