Repelita Tangerang Selatan - Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan pemerintah kembali menuai kritik tajam dari publik.
Di salah satu sekolah dasar negeri di wilayah Pondok Aren, Tangsel, paket MBG yang diberikan kepada orang tua murid justru lebih banyak berisi makanan ringan kemasan.
Isi goodie bag yang dibagikan usai pembagian rapor itu mencakup dua roti cokelat, satu kotak susu cokelat ukuran kecil, serta sejumlah snack kemasan.
Beberapa di antaranya adalah satu sachet minuman sereal, empat bungkus kentang ringan, empat stik biskuit mini, tiga bungkus biskuit kelapa, tiga bungkus kacang atom, dan satu bungkus kacang kulit.
Minimnya kandungan nutrisi dalam paket tersebut langsung memicu pertanyaan publik.
“Dari kasus keracunan massal karena makanan basi sampai sekarang anak dikasih jajanan ringan kemasan. Udah bener MBG distop aja. Tidak ada perbaikan tata kelola, tidak ada akuntabilitas, transparansi. Makin hari makin jauh dari bergizi,” kritik seorang netizen di platform X.
Kritik juga mengarah pada kebijakan sebelumnya yang membagikan beras mentah sebagai bagian dari program MBG.
Alasan yang disampaikan saat itu adalah agar bahan bisa disimpan lebih lama oleh penerima.
Kepala SPPG Ciputat Timur, A Basiro, menyatakan bahwa beras diberikan dalam bentuk mentah dan telah didistribusikan ke 18 sekolah, dengan jumlah penerima mencapai lebih dari empat ribu siswa.
Di tengah sorotan terhadap menu dan bentuk distribusi, data dari Kementerian Keuangan memperlihatkan lonjakan signifikan dalam penyerapan anggaran program MBG.
Hingga 12 Juni 2025, dana yang telah dibelanjakan mencapai Rp4,4 triliun, naik tajam dari posisi akhir Mei yang berada di angka Rp3,3 triliun.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyampaikan bahwa hanya dalam waktu 12 hari, dana MBG melonjak Rp1,1 triliun.
“Per tanggal 12 Juni 2025 telah dibelanjakan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk MBG adalah Rp4,4 triliun. Kalau kita lihat akhir bulan Mei 2025 Rp3,3 triliun, sampai setengah bulan nambah Rp1,1 triliun," ujar Suahasil dalam konferensi pers.
Ia juga menyebutkan bahwa program ini dijalankan oleh lebih dari 1.700 dapur umum dan menjangkau hampir lima juta penerima manfaat di seluruh Indonesia.
Namun, tingginya dana yang digelontorkan belum sebanding dengan kualitas menu yang dibagikan di lapangan.
Sorotan publik terus menguat karena substansi program yang seharusnya mendukung kecukupan gizi anak justru dipertanyakan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok