Repelita Jakarta - Tiga mantan staf khusus Menteri Ketenagakerjaan hari ini dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk diperiksa dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Kemnaker.
Pemanggilan ini diumumkan oleh juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan pada Selasa siang, 10 Juni 2025.
Ketiga saksi tersebut antara lain Caswiyo Rusydie Cakrawangsa, Risharyudi Triwibowo yang kini menjabat sebagai Bupati Buol, dan Luqman Hakim.
Semuanya pernah menjabat sebagai staf khusus menteri, baik di era Ida Fauziyah maupun Hanif Dhakiri.
Sebelumnya, pada Kamis 5 Juni 2025, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemerasan di Kemnaker.
Beberapa nama pejabat tinggi disebut terlibat, termasuk Suhartono yang menjabat Dirjen Binapenta dan PKK periode 2020-2023.
Haryanto, yang saat ini menjadi Staf Ahli Menteri, juga disebut sebagai penerima uang terbanyak, dengan nilai mencapai Rp18 miliar.
Total dugaan penerimaan uang hasil pemerasan mencapai Rp53,7 miliar dari sejumlah agen pengurus TKA yang akan bekerja di Indonesia.
Praktik ini berlangsung dalam jangka panjang, sejak 2012 hingga 2024, mencakup era kepemimpinan Muhaimin Iskandar hingga Ida Fauziyah.
Selain dua nama utama itu, tersangka lain yang disebut menerima uang antara lain Wisnu Pramono, Devi Angraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Jumlah yang mereka terima bervariasi, dari ratusan juta hingga belasan miliar rupiah, dan sebagian digunakan untuk pembelian aset atas nama sendiri maupun keluarga.
Tak hanya itu, sebagian dari uang tersebut juga dibagikan secara rutin sebagai uang mingguan kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA.
Modus pemerasan dilakukan lewat proses online pengajuan RPTKA, di mana pihak pemohon yang tak menyetor uang dipersulit bahkan diabaikan.
Sementara yang menyanggupi memberikan uang, diprioritaskan dan diberi kemudahan dalam pemrosesan dokumen.
Permintaan uang juga dilakukan melalui komunikasi pribadi menggunakan WhatsApp kepada pemohon tertentu.
Pemohon yang tidak diproses bahkan harus datang langsung ke Kemnaker, dan di sana ditawari “bantuan” dengan imbalan uang agar dokumen segera disahkan.
Setelah ada kesepakatan, pihak Kemnaker memberikan nomor rekening untuk menampung uang tersebut.
Dalam tahapan wawancara Skype untuk TKA yang akan dipekerjakan, jadwal hanya diberikan kepada pemohon yang telah menyetor uang.
Sedangkan pemohon lain tidak mendapat jadwal dan pengurusannya dibiarkan tergantung tanpa kepastian.
RPTKA merupakan syarat utama sebelum diterbitkannya izin kerja dan izin tinggal bagi TKA.
Tanpa dokumen tersebut, TKA akan dikenakan denda hingga Rp1 juta per hari, sehingga pemohon merasa terpaksa memberikan sejumlah uang demi kelancaran proses.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok