Repelita Jakarta - Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan umum nasional dan pemilihan umum lokal akan dilaksanakan secara terpisah mulai tahun 2029.
Putusan ini mendapat beragam respons dari DPR RI, DPD RI, hingga Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI, Sarmuji, menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat.
Menurutnya, DPR tetap dapat merumuskan undang-undang baru sepanjang tidak menyentuh objek perkara yang sudah diputuskan oleh MK.
Ia menambahkan bahwa DPR bersama pemerintah saat ini tengah mempertimbangkan untuk merevisi undang-undang kepemiluan guna menyesuaikan dengan keputusan tersebut.
Anggota DPD RI, Agustin Teras Narang, mengapresiasi putusan MK tersebut.
Ia menilai pemisahan pemilu nasional dan daerah bisa menghindari tenggelamnya isu-isu pembangunan daerah akibat dominasi isu nasional dalam pelaksanaan pemilu serentak.
Teras mengatakan, keputusan ini akan memberi ruang evaluasi publik terhadap kinerja pemerintah pusat sebelum melaksanakan pemilihan kepala daerah.
Ia menilai hal ini penting untuk menjaga integritas partai politik dan perhatian terhadap otonomi daerah.
Selain itu, mantan Gubernur Kalimantan Tengah itu juga menyebutkan bahwa pemisahan pemilu akan berdampak besar pada penyusunan anggaran dan persiapan logistik pemilu, yang harus dikaji oleh seluruh pemangku kepentingan.
Ia mengajak seluruh komponen bangsa mengawal keputusan tersebut agar kepentingan pembangunan daerah tetap menjadi prioritas.
Dari sisi pemantau pemilu, Perludem melalui peneliti senior Heroik M Pratama, menyatakan bahwa putusan MK telah mengakhiri perdebatan mengenai pilkada tidak langsung.
Menurutnya, MK secara tegas menyebut bahwa pemilu lokal mencakup pemilihan gubernur, bupati, wali kota, serta DPRD provinsi dan kabupaten/kota.
Heroik mendorong agar revisi Undang-Undang Pemilu dilakukan secepat mungkin.
Jika tidak, ia khawatir masa kerja penyelenggara pemilu yang baru pada 2027 akan terganggu dan merusak tahapan pemilu nasional dan lokal.
Perludem telah melakukan simulasi dan menyatakan bahwa masa jabatan penyelenggara pemilu baru akan selesai pada 2032, setelah pelaksanaan pemilu lokal tahun 2031.
Karena itu, integrasi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dalam satu paket hukum harus segera direalisasikan oleh para pembentuk undang-undang.
Dalam Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK menilai bahwa pemisahan penyelenggaraan pemilu nasional dan lokal bertujuan menciptakan pemilihan umum yang lebih berkualitas dan memberikan kemudahan serta kesederhanaan bagi pemilih.
Dengan keputusan tersebut, format pemilu serentak lima kotak tidak lagi diberlakukan pada 2029 mendatang.
Putusan ini disampaikan secara resmi dalam sidang yang digelar Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 26 Juni 2025. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.