Repelita Jakarta - Julia Santoso melalui kuasa hukumnya, Petrus Selestinus, melayangkan surat keberatan kepada Badan Reserse Kriminal Polri.
Surat tersebut bernomor 047/PST-ASS/VI/2024 dan tertanggal 5 Juni 2025.
Isi surat itu memprotes keputusan penghentian penyelidikan atas laporan polisi No LP/B/43/I/2024/SPKT/Bareskrim Polri yang dibuat pada 30 Januari 2024.
Menurut Petrus, penghentian yang dilakukan oleh Subdit IV Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim tersebut terlalu dini dan bertentangan dengan hukum.
Ia menyebut langkah itu sangat merugikan hak-hak Julia Santoso serta PT ASM.
Laporan yang diajukan Julia, lanjut Petrus, meminta aparat menyelidiki dugaan pemalsuan dokumen atau pemberian keterangan palsu dalam akta autentik.
Dugaan pelanggaran tersebut mengacu pada Pasal 263, Pasal 264, dan Pasal 266 KUHP.
Perubahan struktur direksi, komisaris, dan pemegang saham PT ASM diduga dilakukan secara tidak sah.
Terlapor dalam perkara ini adalah Soter Sabar Gunawan Harefa beserta rekan-rekannya.
“Laporan itu adalah bentuk perlawanan atas tindakan melawan hukum yang diduga dilakukan SSGH dkk, namun penanganannya oleh penyidik berlangsung tidak profesional,” kata Petrus, Selasa 10 Juni 2025.
Ia menjelaskan, penyelidikan baru berada di tahap klarifikasi, tetapi sudah dihentikan begitu saja.
Petrus pun mengulas kembali awal mula perkara yang menjerat kliennya.
SSGH, yang menjabat sebagai Direktur PT ASM, sempat dilaporkan Ferdinand N Iskandar dan Hadi Irwanto pada 1 November 2021 melalui laporan polisi LP/B/0664/XI/2021/Bareskrim Polri.
Kasus itu ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri.
“Setelah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, SSGH berdamai dengan pelapor, lalu kasusnya dihentikan,” ungkap Petrus.
Namun, menurutnya, perdamaian tersebut justru merugikan posisi Julia dan perusahaan.
SSGH kemudian dituding menjalin kerja sama dengan pihak pelapor dan balik melaporkan Julia melalui laporan baru LP/B/374/XI/2023/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 21 November 2023.
Julia kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Bareskrim selama lebih dari 100 hari.
Karena menganggap penetapan tersangka serta penahanan itu tidak sah, Julia menggugat melalui praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ia menuntut agar penyidikan, penetapan tersangka, serta penahanan terhadap dirinya dinyatakan tidak sah dan dihentikan.
Hakim tunggal yang memeriksa perkara akhirnya mengabulkan gugatan tersebut.
Penyidikan terhadap Julia pun dihentikan melalui SP3.
Petrus menduga, ada upaya untuk menggeser posisi Julia dan anak-anaknya sebagai pemilik saham pengendali PT ASM dan PT HR.
Ia menyebut ada indikasi pengambilalihan saham Julia dan keluarganya dengan cara melawan hukum.
Bahkan, menurutnya, terdapat penggunaan alat negara atau oknum penyidik dalam praktik tersebut.
“Meski mengalami intimidasi selama lebih dari 100 hari dalam tahanan, Julia menolak menyelesaikan perkara lewat jalan damai,” ujarnya.
Petrus menambahkan bahwa kliennya memilih menempuh jalur hukum dan memenangkan gugatan Praperadilan No 132/Pid.Pra/2024/PN.Jkt.Sel. terhadap Dittipidter Bareskrim Polri.
Namun, sebelum putusan itu dibacakan, FNI dan HI disebut sudah lebih dulu melaporkan Julia kembali.
Laporan baru itu bernomor LP/B/424/XI/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 26 November 2024.
FNI menjadi pelapor dalam laporan tersebut, dengan Julia sebagai terlapor.
Petrus menyoroti, laporan itu langsung direspons cepat oleh penyidik Dittipidter.
Sementara laporan polisi Julia yang dibuat pada 30 Januari 2024 tentang dugaan praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme justru dihentikan tanpa alasan jelas pada 18 Maret 2025.
“Inilah kondisi yang diperjuangkan oleh Julia, yang berusaha mempertahankan hak-haknya dan anak-anaknya sebagai pemilik saham sah,” tegas Petrus.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok