Repelita Jakarta - Perusahaan Korea Selatan PT KCC Glass Indonesia menyampaikan keluhan atas tingginya harga gas industri dan belum siapnya infrastruktur pendukung di Kawasan Industri Terpadu Batang.
Direktur Government and Public Affairs KCC Glass Indonesia, Arintoko Utomo, mengatakan pihaknya diundang berinvestasi sejak tahun 2020 saat Bahlil Lahadalia menjabat Menteri Investasi.
Pemerintah kala itu menjanjikan sewa lahan selama 80 tahun, infrastruktur lengkap, serta harga gas industri sebesar 6 dolar AS per MMBTU.
Namun hingga 2024, tidak ada kepastian harga gas.
“Ketika akhirnya kami teken kontrak dengan PGN, harganya justru 9,5 dolar AS per MMBTU, atau naik 50 persen dari janji awal,” ujar Arintoko dalam acara Himpunan Kawasan Industri Indonesia di Jakarta.
Ia menjelaskan semula pihaknya sempat mendapat Harga Gas Bumi Tertentu selama dua bulan.
Namun saat diperpanjang selama lima tahun oleh Kementerian Investasi, Perindustrian, dan ESDM, harga gas berubah.
Menurutnya, kondisi ini sangat mengejutkan dan membuat perusahaan merasa tertodong.
“Untuk investor, ini mengejutkan. Janjinya menarik, tapi saat penandatanganan malah seperti ditodong,” katanya.
Arintoko juga mengungkap kendala logistik akibat pelabuhan yang belum selesai dibangun.
Pemerintah menjanjikan Pelabuhan Batang rampung pada Desember 2023, namun hingga pertengahan 2025 belum juga selesai.
Akibatnya, perusahaan terpaksa menggunakan Pelabuhan Tanjung Mas di Semarang yang berjarak 70 kilometer dari lokasi industri.
Padahal jarak dari KITB ke Pelabuhan Batang hanya sekitar 2 kilometer.
“Mohon bantuan dari pihak kawasan industri agar pelabuhan ini segera dipercepat pembangunannya. Ini penting untuk logistik kami,” tutup Arintoko. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok