Repelita Banten - Langit Banten memerah saat ribuan warga berkumpul di Kampung Encle.
Ombak berdebur seolah menyingkap luka yang lama.
Tanah dirampas, pantai tak lagi bebas, dan nelayan kehilangan penghidupan.
Takbir menggema dari arah panggung.
Habib Rizieq Shihab duduk mengenakan sorban dan jubah putih.
Kalimat pertamanya terdengar seperti peringatan.
“Saudara, masalah kedaulatan bukan masalah kecil,” ucapnya lantang.
Sorakan takbir menyusul dan mengguncang pasir serta tiang bendera di tepi pantai.
Rekaman Istighosah Kubro ini digelar pada Ahad, 29 Juni dan ditayangkan pada Senin, 30 Juni 2025 melalui kanal YouTube Manusia Merdeka milik Said Didu.
Bagi warga yang hadir, momen ini bukan sekadar doa bersama.
Mereka menyebutnya sebagai deklarasi perlawanan terhadap apa yang disebut Habib Rizieq sebagai “oligarki busuk” yang merampas tanah rakyat dan menutup akses laut bagi nelayan.
1. Proyek PIK 2 Disorot
Proyek Pantai Indah Kapuk 2 merupakan kawasan pengembangan terpadu di pesisir Kabupaten Tangerang.
Lahan ribuan hektare di Kecamatan Kosambi dan Teluknaga dikembangkan oleh PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk, anak usaha Agung Sedayu Group.
Kawasan ini mencakup hunian mewah, pusat perbelanjaan, hingga pantai buatan.
Namun proyek ini memicu kontroversi karena diduga menggusur lahan warga dan mengancam kehidupan nelayan.
Habib Rizieq menyebut proyek ini sebagai bentuk penguasaan wilayah pesisir yang merugikan rakyat.
“Mereka bilang ini pembangunan, tapi sebenarnya merampas tanah dan laut rakyat.
Pantai Banten harus bebas dari kekuasaan siapa pun,” tegasnya.
Ia menyoroti penerbitan sertifikat tanah di wilayah pantai yang dinilai tidak sah.
Menurutnya, banyak lahan diambil dengan harga rendah atau tanpa kompensasi.
Hal ini dinilai sebagai bentuk ketidakadilan yang tidak bisa diterima.
2. Reaksi Masyarakat dan Kritik Simbol
Masyarakat menganggap PIK 2 mengancam kedaulatan pesisir karena membatasi akses nelayan ke laut dan merusak ekosistem.
“Pantai adalah sumber kehidupan kami.
Kalau diambil, kami hidup dari mana?” ujar Habib Rizieq.
Ia juga menyinggung keberadaan patung naga di kawasan proyek.
Menurutnya, simbol tersebut tidak menghormati identitas Islam Banten.
“Banten tidak menyembah naga.
Patung itu menyinggung perasaan rakyat,” tambahnya.
Istighosah Kubro di Kampung Encle pada 29 Juni 2025 disebutnya sebagai panggilan spiritual dan bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan.
Habib Rizieq menjelaskan bahwa istighosah adalah doa yang dipanjatkan saat menghadapi persoalan besar.
“Ini bukan sembarang doa.
Istighosah adalah permohonan pertolongan kepada Allah saat kedaulatan rakyat dan negara terancam,” ungkapnya.
3. Seruan Perlawanan dan Revolusi
Habib Rizieq juga menceritakan bahwa tanah bersertifikat miliknya pernah diambil secara sepihak.
Ia menyatakan hal itu bisa terjadi kepada siapa saja.
“Saya yakin kalau saya saja bisa dikerjai begitu, bagaimana masyarakat umumnya?” katanya sambil menatap barisan petani dan nelayan.
Nada pidatonya meninggi ketika menyebut “cacing-cacing penguasa” yang dinilai telah merampas sumber kehidupan rakyat.
“Mereka menutup sumber air, merampas sawah, dan memaksa rakyat menjual lahan,” serunya.
Ia memperingatkan bahwa rakyat bisa saja melakukan revolusi.
“Kami enggak mau terjadi pertumpahan darah.
Tapi cacing-cacing itu harus sadar,” tegasnya.
Massa membalas dengan sorakan dan doa.
Beberapa tokoh nasional seperti Said Didu dan Marwan Batubara ikut hadir dan mengangkat tangan bersama.
Menurut Habib Rizieq, kekuatan rakyat terletak pada kebersamaan dan pertolongan Allah.
“Kuncinya harus dapat pertolongan Allah.
Bagaimana cara dapat pertolongan Allah?
Bersatu dan berdoa,” ucapnya dengan suara yang menggema ke bibir pantai.
Acara ditutup dengan takbir panjang yang bercampur semangat dan kecemasan.
Laut yang bergoyang di kejauhan menjadi saksi bahwa pertarungan untuk kedaulatan telah dimulai dari luka yang belum terobati. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok