Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Guntur Romli Sebut Kultus Jokowi sebagai Nabi Adalah Fanatisme Membabi Buta dan Pembodohan Politik

 Jokowi Disebut Layak Jadi Nabi oleh Kader PSI, Guntur Romli: Fanatisme Ekstrem, Kultus Babi Buta

Repelita Jakarta - Guntur Romli melontarkan kritik keras terhadap pernyataan kader PSI, Dedy Nur Palakka, yang menyebut Jokowi memenuhi syarat sebagai nabi.

Pernyataan itu dinilai Guntur sebagai bentuk pembodohan politik dan ekspresi fanatisme yang membabi buta.

Ia menegaskan bahwa meski tidak termasuk penistaan agama, pujian semacam itu justru mencerminkan pengkultusan yang berbahaya dalam demokrasi.

"Saya menolak adanya jeratan penistaan agama, tapi kalau itu diucapkan serius bukan bercanda, adalah bentuk fanatisme ekstrem, kultus babi buta, dan pembodohan politik," ujarnya pada Rabu, 11 Juni 2025.

Guntur bahkan menyebut Jokowi lebih layak disebut sebagai pemimpin terkorup.

Ia mengacu pada daftar OCCRP tahun 2024 yang menempatkan Jokowi sebagai salah satu pemimpin paling korup dan otoriter.

"Saya juga tidak setuju Jokowi disebut Firaun tapi saya tidak setuju Jokowi disebut layak sebagai nabi."

"Bagi saya, Jokowi itu finalis pemimpin terkorup dan otoriter versi OCCRP," tegas Guntur.

Menurutnya, seorang pemimpin harus terbuka terhadap kritik, bukan justru dikultuskan secara membabi buta.

"Pemimpin itu adalah pelayan bagi rakyatnya, harus siap mendengar dan dikritik."

"Kalau dikultuskan tidak bisa menjadi pelayan lagi.

Makannya saya sebut ini (Dedy menyebut Jokowi penuhi syarat menjadi nabi) adalah pembodohan politik," tambahnya.

Sebelumnya, Dedy menulis pernyataan kontroversial di akun X miliknya pada Selasa, 10 Juni 2025.

Ia menyebut Jokowi sebenarnya telah memenuhi syarat sebagai nabi, namun memilih tetap menjadi manusia biasa yang dekat dengan rakyat.

"Jadi nabi pun sebenarnya beliau ini (Jokowi) sudah memenuhi syarat, cuman sepertinya beliau menikmati menjadi manusia biasa dengan senyum selalu lebar ketika bertemu dengan rakyat."

"Sementara di dunia lain masih ada saja yang tidak siap dengan realitas bahwa tugas kenegaraan beliau sudah selesai dengan paripurna," tulis Dedy.

Pernyataan itu memicu reaksi keras dari warganet yang menilai Dedy terlalu berlebihan dalam mengidolakan Jokowi.

Menanggapi itu, Dedy memberikan klarifikasi bahwa istilah nabi yang digunakannya bersifat simbolik, bukan dalam konteks religius literal.

Ia menyebut dalam tradisi filsafat dan sastra, istilah nabi bisa digunakan secara kiasan untuk menggambarkan sosok beretika tinggi.

"Orang yang menerima wahyu dari Tuhan untuk disampaikan kepada umat manusia."

"Namun, dalam perbincangan filsafat, sastra, dan tafsir sosial, kata nabi juga sering digunakan secara kiasan atau simbolik," jelasnya.

Ia mengklaim bahwa pernyataannya adalah penilaian pribadi yang sah dan tidak bisa dijustifikasi sebagai kesalahan.

"Tidak perlu banyak orang untuk mengawali pemikiran.

Banyak ide besar dalam sejarah justru berangkat dari satu orang yang melihat sesuatu yang orang lain belum lihat," kata Dedy.

Ia menyimpulkan bahwa anggapannya terhadap Jokowi adalah bentuk ekspresi pribadi yang tidak harus dikaitkan dengan doktrin agama.

"Jadi, kalaupun hanya satu orang yang mengatakan Jokowi punya sifat kenabian, itu sah sebagai penilaian pribadi yang berbasis pada nilai-nilai etis, bukan klaim wahyu literal," tandasnya. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved