Repelita Jakarta - Video promosi Divisi Humas Polri berjudul Pahlawan Masa Kini menuai kritik tajam setelah mendapat catatan koreksi dari komunitas pengguna platform X.
Video yang dirilis pada 22 Juni 2025 itu awalnya dimaksudkan untuk menyambut Hari Bhayangkara ke-79 dengan menampilkan citra polisi sebagai pahlawan modern melalui visual berbasis kecerdasan buatan.
Namun respons yang muncul justru berbanding terbalik dengan ekspektasi.
Video tersebut menampilkan simbolisme kepahlawanan seperti polisi bersayap yang menjaga anak-anak, menolong warga saat banjir, hingga berjaga di ruang digital melawan hoaks.
Di bagian akhir, diperlihatkan polisi mengenakan kostum ala pahlawan super dengan slogan melindungi, mengayomi, dan melayani tanpa henti.
Narasi pembuka yang menyebut polisi sebagai pahlawan masa kini disambut sinis oleh warganet.
Banyak yang mempertanyakan alasan penggunaan visual AI ketimbang dokumentasi nyata dari kehidupan polisi sehari-hari.
“Kenapa pake AI min? Emang gak ada footage lagi mengayomi masyarakat beneran? Ini nanya beneran ya min,” tulis akun @PHN3***.
“Anggaran segini banyak masih aja bikin video dari AI, mana hasilnya jelek banget lagi,” komentar akun @snack***.
![Video Divisi Humas Polri dapat catatan komunitas X. Tak hanya itu, Grok atau AI milik Elon Musk juga memberikan kritik terhadap video tersebut. [Suara.com/X]](https://media.suara.com/pictures/original/2025/06/23/31703-video-divisi-humas-polri-dapat-catatan-komunitas-x.jpg)
Komentar lain bahkan menyoroti kesenjangan antara citra ideal dan realitas di lapangan.
Salah satu akun menulis, “Udah editannya jelek, kinerjanya juga jelek.”
Kontroversi makin meluas saat unggahan video itu diberi catatan komunitas atau Community Notes oleh pengguna platform X.
Dalam catatan tersebut disebutkan bahwa klaim kepolisian sebagai pelindung masyarakat kontras dengan banyaknya kasus pembunuhan yang melibatkan oknum anggota Polri.
"Pada twit ini polisi mengklaim sebagai pelindung masyarakat, namun terdapat banyak kasus pembunuhan dilakukan oleh anggota kepolisian," bunyi catatan tersebut.
Catatan komunitas X menjadi perhatian karena bersifat kolektif dan melalui verifikasi bersama, bukan sekadar opini individual.
Hal ini menunjukkan bagaimana publik kini memiliki sarana untuk memberikan koreksi langsung terhadap narasi resmi.
Tak hanya komunitas, kecerdasan buatan milik platform X yang dikenal dengan nama Grok juga memberikan analisis terhadap video tersebut.
Dalam evaluasinya, Grok menyoroti tiga aspek utama.
Dari sisi teknis, Grok menyebut visual AI memang mencuri perhatian, namun berisiko terasa tidak nyata dan mudah dilupakan.
Secara etis, Grok menilai narasi kepahlawanan bertentangan dengan catatan publik mengenai kekerasan dan korupsi dalam tubuh kepolisian.
Sedangkan pada kenyataan lapangan, Grok menyebut adanya kesenjangan mencolok antara citra heroik yang ditampilkan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut.
Ketika narasi resmi diuji oleh publik melalui fitur verifikasi digital dan kecerdasan buatan, hasilnya justru menjadi pukulan balik terhadap institusi.
Kampanye yang semula diniatkan sebagai strategi pencitraan kini berubah menjadi bahan evaluasi terbuka tentang transparansi dan integritas.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok