Repelita Jakarta - Dokter Tifa kembali menyuarakan pendiriannya atas tuduhan terkait isu ijazah Presiden Jokowi.
Melalui unggahan di akun X miliknya, ia menyatakan sikap secara tegas.
“Kalau kalian mengira kami takut, kalian salah besar!,” tulisnya dalam unggahan pada 5 Juni 2025.
Ia menyebut bahwa dirinya, bersama Rismon Sianipar dan Roy Suryo, tidak merasa gentar sedikit pun menghadapi situasi ini.
Menurut Tifa, jika mereka memang takut, tentu mereka tidak akan meninggalkan kehidupan yang sudah mapan.
“Kalau kami takut, maka Rismon Sianipar akan tetap tinggal di luar negeri.”
“Menjadi Konsultan Digital Forensik Internasional, dibayar miliaran rupiah per tahun.”
“Berkeliling dunia bersama istrinya yang tercinta.”
“Menjalani petualangan menyenangkan tanpa memikirkan kekacauan hukum di tanah air.”
“Tetapi ia justru memutuskan pulang.”
“Tergerak karena melihat kejanggalan dalam sebuah ijazah.”
“Skripsi yang aneh menggugah jiwanya sebagai peneliti.”
“Semuanya ditemukan di kampus yang sangat ia cintai,” ujarnya.
Ia juga menyebut hal serupa tentang Roy Suryo.
“Kalau kami penakut, Roy Suryo pasti akan terus menikmati hobinya.”
“Melanjutkan riset telematika dan fotografi yang memang menjadi passion-nya.”
“Keliling kota dengan mobil-mobil tuanya yang unik.”
“Namun, ia justru tergelitik oleh keanehan dalam foto-foto dan dokumen yang beredar di internet.”
“Keanehan dari sisi fotografi dan telematika membuatnya penasaran.”
“Di sela aktivitas mengajar dan mengurus 20 ekor kucing eksotisnya, ia melihat makin banyak kejanggalan yang terbuka.”
“Keahliannya membawanya pada kesimpulan baru,” kata Tifa.
Ia pun menambahkan, jika dirinya takut, tentu ia akan tetap fokus dengan penelitian dan pengamatan epidemiologi di berbagai desa.
“Kalau kami takut, maka dr Tifa akan terus menjelajah wilayah-wilayah terpencil.”
“Mengamati persoalan epidemiologi dari lapangan.”
“Menulis, membaca, dan menganalisis dengan pendekatan berbagai ilmu.”
“Melihat awan, hujan, dan bintang sambil menikmati waktu bersama keluarga.”
Namun, ia mengaku tergugah karena dokumen dan foto yang muncul secara daring justru menimbulkan banyak pertanyaan.
“Foto-foto yang tidak sesuai dengan karakter seseorang.”
“Ketika anatomi dan perilaku tidak sinkron, semuanya menjadi bahan analisis yang menarik,” ungkapnya.
Ia mengatakan terkejut karena hasil pengamatan dirinya, Roy Suryo, dan Rismon justru mengarah pada simpulan yang sama.
“Ketika hasil observasi kami mengarah pada satu titik hipotesis yang sama, kami heran sekaligus cemas.”
“Heran karena kami belum pernah bertemu atau berdiskusi, tapi hasil yang kami temukan serupa,” jelasnya.
Tifa menyampaikan bahwa mereka bahkan mendatangi Universitas Gadjah Mada secara langsung demi mencari kejelasan.
“Jangan-jangan dokumen ini palsu?”
“Maka kami pun pergi ke UGM.”
“Pada 15 April 2025.”
“Tanpa janjian.”
“Bermodalkan niat untuk menemukan kebenaran.”
“Dan sisanya menjadi catatan sejarah.”
“Orang yang memiliki dokumen dan foto yang mencurigakan itu rupanya marah.”
“Merasa terhina.”
“Merasa dijatuhkan.”
“Lalu melaporkan kami ke polisi dengan pasal berat: 8 tahun dan 12 tahun penjara.”
“Seakan belum cukup memenjarakan Bambang Tri.”
“Seakan belum cukup memenjarakan Gus Nur.”
“Padahal jika ia tidak merasa bersalah, cukup tunjukkan saja ijazahnya, selesai.”
“Tetapi ia justru ingin membungkam kami dengan hukuman,” tulisnya.
Soal rasa takut, Tifa kembali menegaskan bahwa mereka tidak akan mundur.
“Apakah kami takut?”
“Kalian bisa lihat sendiri.”
“Kami tetap melanjutkan penelitian tentang kejanggalan ijazah dan foto-foto itu.”
“Kami terus menyampaikan hasilnya lewat media dan tulisan.”
“Karena kami ingin rakyat tahu kebenaran.”
“Anak-anak dan masa depan negeri ini tak boleh berada dalam kabut kebohongan.”
“Yang mengira kami takut hanyalah orang-orang picik yang pikirannya kusam.”
“Mereka hanya bisa diam, membully, dan mencaci kami.”
“Tuhan tahu isi hati kami.”
“Kami hanya ingin menjadi manusia yang bertanggung jawab.”
“Yang memakai akal untuk memberi manfaat.”
“Termasuk mengungkap kebenaran meski harus menghadapi rintangan.”
“Kami tidak mau berhadapan dengan Tuhan kelak dalam keadaan malu.”
“Karena membiarkan kebohongan terbentang di depan mata tanpa berbuat apa-apa,” pungkasnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

