Repelita Washington - Pemerintah Amerika Serikat mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melancarkan serangan udara terhadap tiga fasilitas nuklir Iran pada Sabtu malam, 21 Juni 2025.
Serangan ini dilakukan di tengah memanasnya situasi antara Iran dan sekutunya, serta meningkatnya eskalasi akibat konflik Timur Tengah.
Ketua Kepala Staf Gabungan militer AS, Jenderal Dan Caine, menjelaskan bahwa operasi pengeboman melibatkan penerbangan jarak jauh hingga 18 jam satu arah, dengan sejumlah pengisian bahan bakar di udara dan pengalihan rute untuk mengecoh deteksi.
Menteri Pertahanan AS, Pete Hegseth, menyatakan bahwa pesawat pengebom masuk dan keluar wilayah Iran tanpa terdeteksi.
Operasi ini diberi nama 'Midnight Hammer'.
Beberapa jam setelah serangan, Pentagon mengungkapkan detail kronologi misi tersebut.
Misi dimulai sekitar tengah malam waktu Washington DC, dengan Presiden Trump dan para pejabat tinggi militer memantau langsung keberangkatan pesawat dari pangkalan udara di Missouri.
Pesawat siluman B-2 lepas landas dari Pangkalan Whiteman pada pukul 00:01 dan membawa bom penghancur bunker yang diklaim mampu menembus lapisan beton hingga 18 meter.
Target utama adalah fasilitas nuklir Iran yang berada di bawah tanah dengan tingkat keamanan tinggi.
Sementara perhatian publik dialihkan ke arah barat, Pentagon mengaku sengaja mengirim pesawat ke Guam sebagai strategi pengecohan.
Menurut Jenderal Caine, jet-jet yang dikirim ke arah Samudra Pasifik merupakan bagian dari taktik pengelabuan yang hanya diketahui segelintir pejabat kunci.
Sementara itu, tujuh pesawat pengebom B-2 melanjutkan penerbangan tanpa komunikasi menuju target di Iran melalui Samudra Atlantik.
Pesawat ini sulit dideteksi oleh sistem pelacakan penerbangan, sehingga menyulitkan verifikasi mandiri atas narasi yang disampaikan Pentagon.
Saat armada mencapai kawasan Timur Tengah pada pukul 17:00 waktu Washington DC, mereka mendapat dukungan dari pesawat pengawal yang bertugas menetralisasi potensi ancaman udara.
Meski sistem pertahanan Iran tidak bereaksi, dominasi Israel di wilayah udara diduga membuka jalan bagi operasi militer AS.
Patrycja Bazylczyk, analis pertahanan di CSIS, menyebut bahwa keberhasilan misi ini sebagian dipengaruhi oleh kendali Israel atas udara Iran.
Jenderal Caine memberikan rincian teknis operasi secara tidak biasa, termasuk urutan waktu dan peta lintasan pesawat.
Pemerintah AS mengklaim serangan ini sebagai keberhasilan besar dan menyatakan fasilitas nuklir Iran telah "dimusnahkan".
Namun Iran mengonfirmasi adanya serangan, meski menyebut dampaknya tidak separah klaim AS.
Sekitar waktu yang bersamaan, AS juga meluncurkan lebih dari 20 rudal Tomahawk dari kapal selam di Laut Arab ke fasilitas nuklir dekat Isfahan.
Fasilitas tersebut terletak ratusan kilometer dari pantai, namun jarak tempuh rudal memungkinkan koordinasi serangan bersamaan dengan bom dari udara.
Dr. Stacie Pettyjohn dari Center for a New American Security menjelaskan bahwa ini merupakan serangan terkoordinasi di banyak titik secara bersamaan.
Saat pesawat memasuki wilayah Iran, AS menggunakan taktik pengalihan untuk menghindari deteksi.
Bom GBU-57 atau MOP dijatuhkan ke Fordo pada pukul 18:40 waktu Washington DC, atau sekitar pukul 02:00 pagi waktu Iran.
Bom ini dirancang untuk menghancurkan target bawah tanah dan mampu menembus beton hingga 18 meter sebelum meledak.
Fasilitas Fordo sendiri diduga berada pada kedalaman 80 sampai 90 meter dari permukaan.
Ini merupakan pertama kalinya AS menggunakan bom MOP dalam operasi tempur nyata.
Setelah Fordo, serangan dilanjutkan ke fasilitas Natanz dan Isfahan, dengan total 14 bom MOP dijatuhkan dari udara dan puluhan rudal Tomahawk diluncurkan dari laut.
Menurut Pentagon, seluruh target berhasil dihantam dalam rentang waktu sekitar 25 menit.
Pesawat-pesawat kemudian keluar dari wilayah Iran pada pukul 19:30 dan kembali ke Amerika Serikat.
Total sebanyak 75 senjata presisi dan lebih dari 125 pesawat dikerahkan dalam misi ini.
Menhan Hegseth mengklaim serangan ini memberikan dampak besar terhadap kemampuan nuklir Iran.
Meski demikian, sejauh mana efektivitas jangka panjangnya masih diperdebatkan.
Para pakar menekankan bahwa meski operasi ini secara teknis berhasil, belum tentu dapat menghentikan ambisi nuklir Iran untuk selamanya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok