Repelita Jakarta - Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang membantah terjadinya pemerkosaan massal dalam tragedi Mei 1998 terus menuai kecaman dan dinilai membahayakan integritas sejarah.
Putri mendiang Presiden Abdurrahman Wahid, Alissa Wahid, secara terbuka menolak proyek penulisan ulang sejarah yang digagas kementerian yang dipimpin Fadli.
"Kalau di Jaringan Gusdurian, minta dibatalkan," ujar Alissa saat diwawancara di Jakarta, Sabtu.
Ia menanggapi pernyataan Fadli Zon dengan menyarankan agar yang bersangkutan memperluas pergaulan dan lebih banyak berdialog dengan masyarakat.
"Satu, Pak Fadli Zon kayaknya perlu piknik lebih jauh, ngopi dengan lebih banyak orang," kata Alissa.
Menurutnya, ketidaktahuan seseorang terhadap sebuah peristiwa bukan berarti peristiwa tersebut tidak pernah terjadi.
"Yang Pak Fadli Zon tidak tahu itu tidak sama dengan itu tidak benar. Just because you cannot see, doesn't mean it doesn't happen," tegasnya.
Alissa mengutip sejumlah laporan resmi yang telah membuktikan adanya kekerasan seksual dalam tragedi Mei 1998.
Ia menyebut rekomendasi dari Tim Gabungan Pencari Fakta, Komnas HAM, hingga pengakuan dari Kemenkopolhukam pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi.
Menurutnya, hal tersebut telah melalui proses verifikasi dan tidak bisa dibantah begitu saja.
Lebih jauh, Alissa mengungkapkan bahwa ayahnya, Gus Dur, pernah secara langsung menemui para korban.
"Gus Dur dulu bercerita kepada saya, menemui korban-korban perkosaan, membantu mereka pergi ke luar negeri. Ada kok yang dulu sempat ke Ciganjur sebelum akhirnya berangkat ke luar negeri," ungkapnya.
Ia meminta Fadli Zon untuk tidak mengambil kesimpulan terburu-buru dan memastikan setiap pernyataan didasarkan pada data serta temuan yang sah.
"Pak Fadli Zon, jangan melakukan lompatan kesimpulan sebelum mendapatkan informasi yang lebih lengkap," tutup Alissa.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok