Repelita Washington - Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dikabarkan tengah menyusun strategi relokasi besar-besaran terhadap warga Palestina dari Jalur Gaza ke Libya.
Informasi ini mencuat berdasarkan keterangan dari lima sumber yang memahami langsung isu tersebut.
Dua di antaranya menyebutkan bahwa pembahasan terkait rencana itu sudah masuk tahap lanjut dan telah melibatkan komunikasi langsung antara pejabat tinggi Amerika Serikat dan pimpinan Libya.
Pemerintahan Trump disebut-sebut siap menawarkan imbalan besar kepada Libya.
Salah satunya berupa pencairan dana miliaran dolar milik Libya yang dibekukan, sebagai kompensasi atas kesediaan menampung satu juta pengungsi dari Gaza.
Tiga dari lima sumber mengungkapkan bahwa pihak Israel turut memantau dinamika negosiasi tersebut.
Namun hingga kini, belum ada kesepakatan final yang dihasilkan.
Gagasan ini memicu perdebatan sengit karena dianggap kontroversial dan berisiko tinggi.
Kondisi politik dalam negeri Libya yang belum stabil juga menambah keraguan atas kelayakan rencana ini.
Saat kunjungan ke Qatar, Trump mengungkapkan keinginannya menjadikan Gaza sebagai wilayah yang bebas dan aman.
Ia menyatakan bahwa Amerika Serikat perlu terlibat langsung dalam proses transformasi kawasan tersebut.
“Saya punya konsep untuk Gaza yang menurut saya sangat bagus: jadikan itu zona kebebasan. Biarkan Amerika Serikat mengambil bagian, dan jadikan itu tempat yang aman dan bebas,” ucap Trump.
Ia juga tidak menutup kemungkinan agar AS mengambil alih kendali di Gaza demi menciptakan stabilitas jangka panjang.
“Jika itu diperlukan, saya akan bangga jika Amerika Serikat memilikinya. Tempatkan orang-orang di rumah di mana mereka bisa merasa aman, dan Hamas harus ditangani,” ujarnya tegas.
Meski begitu, seorang pejabat Gedung Putih membantah laporan yang beredar.
Pernyataan itu dilontarkan kepada kantor berita Anadolu, dengan menegaskan bahwa informasi dari NBC News tidak akurat.
Penolakan ini justru menambah spekulasi bahwa rencana tersebut sangat sensitif dan belum siap diumumkan ke publik.
Seorang mantan pejabat AS yang diwawancarai terpisah mengonfirmasi bahwa ide relokasi tetap berada di atas meja pembahasan.
Opsi yang dipertimbangkan termasuk menawarkan tempat tinggal gratis dan bantuan finansial bagi warga Palestina yang bersedia pindah secara sukarela.
Namun, rencana ini masih menghadapi tantangan besar.
Libya sendiri sedang berada dalam situasi tidak stabil pasca tumbangnya Muammar Gaddafi pada 2011.
Ketidakpastian politik dan keamanan di negara tersebut menjadi hambatan utama bagi realisasi relokasi pengungsi.
Komunitas internasional menyuarakan kekhawatiran atas dampak jangka panjang dari perpindahan paksa atau penawaran insentif kepada warga sipil.
Banyak pihak menilai bahwa solusi terhadap krisis Gaza seharusnya berasal dari pendekatan politik yang adil dan berkelanjutan, bukan relokasi massal.
Namun dengan Trump yang kembali aktif memainkan kebijakan luar negeri, dinamika politik Timur Tengah diperkirakan akan terus memanas.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok