
Repelita Bandung - Ratusan aktivis dari berbagai negara di kawasan Asia Pasifik menyuarakan tuntutan tegas atas kemerdekaan penuh bagi Palestina.
Seruan tersebut menggema dalam Konferensi Internasional untuk Palestina yang berlangsung di Hotel Savoy Homann, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung.
Acara ini diinisiasi oleh Koalisi Perempuan Indonesia Peduli Al-Aqsha (KPIPA) dan mempertemukan para pelaku media dari Indonesia dengan jurnalis Al Jazeera yang selama ini meliput langsung dari Gaza.
Dalam sesi konferensi pers bertema “Beritakan Kami, Jangan Diam”, jurnalis Al Jazeera, Youmna Al-Sayed, memaparkan beratnya medan liputan yang harus ia hadapi setiap hari di tengah agresi Israel.
Ia menyampaikan bahwa dirinya dan tim bekerja di tengah puing reruntuhan, rumah sakit, dan kamp pengungsian demi menyampaikan kebenaran.
“Kami kehilangan banyak hal, termasuk rekan kerja dan kantor. Tapi kami tidak kehilangan komitmen kami,” ujar Youmna.
Maher Atiya Abu Qouta, juru kamera yang kerap bekerja bersama Youmna, menuturkan bahwa pemandangan mengerikan menjadi bagian dari rutinitas mereka.
Menurutnya, meskipun nyawa selalu berada di ujung tanduk, mereka tetap memegang tanggung jawab moral untuk menunjukkan kekejaman yang terjadi kepada dunia.
“Ini tentang memperlihatkan kenyataan yang tak manusiawi,” katanya.
Youmna juga menegaskan bahwa aksi boikot terhadap produk pendukung Israel memiliki efek besar pada ekonomi negara tersebut.
“Selama ada suara protes, selama ada yang berbicara, akan selalu ada harapan perubahan,” ucapnya.
Dari sisi pergerakan global, Dr Fauziah Hassan yang sempat tergabung dalam misi Freedom Flotilla menyampaikan rencana pelayaran baru yang dijadwalkan pada pertengahan Juni 2025.
Kapal tersebut akan membawa aktivis dari lebih dari 30 negara untuk menembus blokade yang diberlakukan Israel atas Gaza.
“Kami tidak akan bergerak secara diam-diam lagi. Dunia harus tahu bahwa kapal menuju Gaza sedang berlayar,” kata Dr Fauziah.
Perwakilan dari Maladewa, Dr Shazra, menegaskan bahwa di negaranya para aktivis terus bergerak walau menghadapi ancaman penjara.
Ia sendiri mengaku rutin berunjuk rasa di depan Kedutaan Saudi bersama rekannya.
“Solusi dua negara bukan pilihan. Kami ingin kemerdekaan penuh bagi Palestina, dari West Bank hingga Gaza,” ujarnya.
Ketua Panitia Konferensi, Ir Maryam Rachmayani, menyampaikan bahwa suara perempuan Asia Pasifik terus menguat dan memiliki pengaruh signifikan di negara masing-masing.
Ia menyebutkan bahwa para perempuan ini menggerakkan komunitas secara aktif meski dengan sumber daya terbatas.
“Semua energi ini kita kumpulkan di Bandung, dan kita tujukan untuk Palestina,” tutur Maryam.
Ketua KPIPA, Nurjanah Hulwani, menambahkan bahwa langkah konkret harus segera dilakukan demi perempuan dan anak-anak di Palestina.
Apa yang telah dibangun oleh KPIPA dan para aktivis di Asia Pasifik diharapkan bisa menjadi contoh dan menginspirasi aksi global.
Konferensi pers ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Konferensi Asia Pasifik untuk Al-Quds dan Palestina.
Kegiatan ini menjadi simbol bahwa perempuan dan media tak pernah diam, mereka akan terus menyuarakan keadilan dan kebebasan untuk Palestina.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

