Repelita Papua - Ketegangan antara Tentara Nasional Indonesia dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat terus meningkat di Intan Jaya, Papua Tengah.
Pada 14 dan 15 Mei 2025, operasi militer oleh Komando Operasi Habema menewaskan 18 anggota kelompok separatis TPNPB.
Selain itu, aparat berhasil mengamankan sejumlah senjata api, amunisi, dan atribut yang digunakan oleh kelompok bersenjata tersebut.
Akibat situasi yang memanas, Pemerintah Kabupaten Intan Jaya menetapkan status tanggap darurat bencana non-alam selama dua minggu.
Status ini berlaku dari tanggal 14 sampai 27 Mei 2025.
Keputusan ini bertujuan memudahkan proses evakuasi serta pencarian korban di tengah kondisi keamanan yang tidak kondusif dan akses logistik yang terbatas.
TPNPB menuding TNI melanggar hukum humaniter internasional dengan tuduhan penggunaan ranjau darat pada jenazah anggota mereka.
Mereka juga mengklaim adanya penembakan secara membabi buta terhadap warga sipil di daerah konflik.
Juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto dan Panglima TNI menghentikan tindakan tersebut.
Di sisi lain, pada 17 Mei 2025, dua anggota kelompok kriminal bersenjata tewas dalam bentrokan dengan aparat keamanan di Nabire, Papua Tengah.
Keduanya diduga terlibat dalam pembunuhan warga di Dogiyai dan menolak ditangkap sehingga terjadi kontak senjata.
Jenazah mereka kini disimpan di Rumah Sakit Umum Daerah Nabire.
Kasus lain muncul saat Bripda La Ode Sultan, polisi yang baru bertugas selama lima bulan di Papua, ditangkap karena menjual amunisi kepada kelompok bersenjata di Lanny Jaya.
Ia mengaku sudah melakukan praktik tersebut sejak 2017.
Saat ini, ia ditahan di Polda Papua dan terancam hukuman mati.
Dalam insiden terbaru, kelompok kriminal bersenjata menembak pesawat yang membawa Bupati Puncak ketika mendarat di Bandara Ilaga.
Aparat gabungan segera merespons serangan tersebut untuk mengamankan situasi. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

