
Repelita Jakarta - Sebutan kasar parcok untuk polisi semakin sering terdengar menyertai tindakan aparat yang dianggap berlebihan.
Kasus penangkapan paksa terhadap Charlie Chandra, warga keturunan Tionghoa, pada Senin malam menjadi sorotan.
Charlie direkam saat polisi memaksa masuk dengan menjebol kaca dan pintu rumahnya.
Video tersebut tersebar luas di media sosial dan memperlihatkan puluhan aparat mendatangi dan menangkap Charlie seolah seorang pelaku kriminal.
Padahal, Charlie hanya menolak menjual tanahnya dengan harga murah yang ditawarkan oleh pengembang PIK 2 milik Aguan.
Sejak vokal menentang PIK 2 dan Aguan, Charlie diduga menjadi target tindakan aparat.
Seorang pengguna akun X mengungkapkan kekesalannya terhadap perlakuan polisi yang dianggap brutal, apalagi di lokasi perumahan dengan banyak kamera pengawas.
Ia mengingatkan kasus enam Laskar FPI di KM 50 yang mengalami kekerasan dan fitnah pada Desember 2020.
Menurut akun tersebut, tanah milik Charlie seluas lebih dari delapan hektar dan merupakan warisan orang tuanya.
Penawaran harga murah dari PIK 2 ditolak oleh pihak Charlie, sehingga diduga pihak pengembang dan aparat mencari alasan untuk menangkapnya dengan tuduhan palsu.
Akun X lain juga mengkritik tindakan aparat yang berlebihan seolah menggerebek teroris.
Komentar dari pengguna lain menilai Polri sejak era Jokowi tidak lagi menjalankan fungsi mengayomi dan melindungi masyarakat, tetapi bertindak sebaliknya.
Mereka mempertanyakan berapa banyak warga dan tokoh yang menjadi korban tindakan aparat karena memperjuangkan kebenaran dan keadilan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

