Repelita, Jakarta - Sidang perdana perkara dugaan korupsi terkait investasi fiktif di PT Taspen digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Selasa.
Dalam persidangan ini, mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, didakwa menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp1 triliun.
Kejaksaan menyebut Kosasih terlibat dalam pembelian aset mewah, termasuk properti dan kendaraan, yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Ia juga disebut turut memperkaya pihak lain serta sejumlah entitas bisnis dalam skema investasi tersebut.
Persidangan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Purwanto S Abdullah, bersama dua hakim anggota, yakni Sunoto dan Mulyono Dwi Purwanto sebagai hakim ad hoc.
Kosasih didakwa bersama dengan mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM), Ekiawan Heri Primaryanto.
Keduanya hadir langsung di ruang sidang saat jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan surat dakwaan.
Menurut jaksa penuntut umum, Budi Sarumpaet, terdakwa Kosasih dan Ekiawan diduga melakukan perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp1 triliun, mengacu pada hasil investigasi Badan Pemeriksa Keuangan.
Dari praktik tersebut, Kosasih disebut memperoleh keuntungan pribadi sebesar Rp28,45 miliar serta mata uang asing dalam jumlah signifikan.
Rinciannya meliputi 127.037 dolar Amerika Serikat, 283.000 dolar Singapura, 10.000 euro, 1.470 baht Thailand, 20 pound Inggris, 128.000 yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1.262.000 won Korea Selatan.
Penerima keuntungan lain yang disebut dalam perkara ini antara lain Ekiawan Heri Primaryanto, yang menerima sebesar 242.390 dolar AS, dan Patar Sitanggang dengan nominal Rp200 juta.
Terkait dakwaan tersebut, kuasa hukum Ekiawan, Aditya Sembadha, mengkritisi surat dakwaan yang dianggap tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 143 ayat (2) KUHAP.
Aditya menyampaikan terima kasih kepada majelis hakim dan jaksa, namun menilai isi dakwaan tidak menjabarkan secara rinci fakta hukum serta kronologi peristiwa.
Ia menilai hal tersebut dapat menyebabkan pemahaman yang tidak utuh terhadap perkara, bahkan berpotensi membuat surat dakwaan dinyatakan batal demi hukum.
Ia juga menyoroti tidak adanya penjelasan terkait niat jahat atau mens rea dalam dakwaan terhadap kliennya.
Sebagai tanggapan resmi, tim hukum kedua terdakwa akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi pada sidang berikutnya yang dijadwalkan dua minggu mendatang, tepatnya Selasa, 10 Juni 2025.
Masyarakat diimbau untuk mengikuti jalannya proses hukum secara jernih dan tidak terburu-buru menyimpulkan sebelum semua fakta terbuka di persidangan.
Kasus ini menyoroti pentingnya asas praduga tak bersalah dalam sistem peradilan.
Kronologi Kasus
Kasus ini berawal dari investasi PT Taspen pada Juli 2016 sebesar Rp200 miliar dalam produk Sukuk Ijarah TPS Food II (SIAISA02) yang diterbitkan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.
Namun, pada Juli 2018, surat berharga tersebut mengalami gagal bayar dan mendapat peringkat ‘non-investment grade’ dari Pefindo, menandakan risiko tinggi dan tidak layak investasi.
Antonius NS Kosasih kemudian melakukan pertemuan dengan Sinarmas Group guna mencari solusi atas gagal bayar sukuk tersebut.
Namun, rencana kerja sama yang diusulkan melalui reksa dana milik Sinarmas tidak berhasil direalisasikan.
Pada Mei 2019, Kosasih yang saat itu menjabat sebagai Direktur Investasi PT Taspen, meminta Ekiawan Heri Primaryanto untuk menyusun skema pemulihan nilai investasi sukuk yang bermasalah.
Langkah yang ditempuh adalah dengan memasukkan sukuk SIAISA02 ke dalam portofolio reksa dana I-Next G2 milik PT IIM.
Penempatan dana sebesar Rp1 triliun dalam portofolio tersebut dinilai bertentangan dengan Peraturan Direksi Taspen No. PD-19/DIR/2019 yang secara tegas melarang transaksi atas aset bermasalah.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

