
Repelita Jakarta - Pengamat KUHP dan Kebijakan Umum Hukum dan Politik, Damai Hari Lubis, mengungkapkan ketidakjelasan sikap Presiden Jokowi terkait permintaan untuk memperlihatkan ijazah asli dalam sejumlah proses hukum yang tengah berjalan.
Menurut Lubis, Jokowi memilih diam seribu bahasa saat diminta memperlihatkan ijazah asli oleh para pengacara Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur di hadapan majelis hakim serta jaksa penuntut umum di Pengadilan Negeri Surakarta.
Hal serupa juga terjadi dalam proses mediasi perkara perdata yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tahun 2023. Kuasa hukum penggugat meminta Jokowi, sebagai tergugat, untuk menunjukkan ijazah aslinya. Permintaan ini jika dipenuhi, akan berujung pada pencabutan gugatan dan penyelesaian perkara dugaan ijazah palsu tersebut.
Namun, hingga kini Jokowi tetap enggan memperlihatkan dokumen tersebut, baik saat sidang di Surakarta maupun pada tahap mediasi.
Lebih lanjut, Lubis menyampaikan bahwa sikap Jokowi juga terlihat ambigu dan terkesan mengelak saat dimintai keterangan di Bareskrim Mabes Polri pada April dan Mei 2025. Jokowi menegaskan hanya akan menyerahkan ijazah asli jika pengadilan yang memintanya.
Hal ini menimbulkan tanda tanya besar, terutama terkait keberadaan hasil laboratorium forensik digital milik Bareskrim Polri yang mengklaim telah memeriksa ijazah tersebut tanpa menyerahkan dokumen asli.
Damai Hari Lubis menegaskan bahwa dari sudut pandang hukum, sikap Jokowi ini dapat dianggap sebagai tindakan yang menimbulkan kegaduhan dan berpotensi melanggar sistem hukum negara.
"Ini bukan tuduhan kosong, melainkan realitas bahwa Jokowi dengan sengaja tidak memperlihatkan ijazah asli meskipun diminta secara terbuka oleh publik dan lembaga terkait," ujarnya.
Menurut Lubis, sebagai pejabat publik, mantan presiden semestinya menjadi contoh dalam menaati hukum dan transparansi informasi sesuai Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Lubis juga mengkritik proses investigasi Bareskrim Mabes Polri yang menurutnya penuh kejanggalan. Dia menyoroti pengumuman hasil pemeriksaan ijazah yang dinyatakan asli hanya berdasarkan kemiripan, tanpa rincian teknis maupun transparansi proses laboratorium forensik.
"Dimana catatan lengkap analisis forensik? Siapa petugas yang melakukan? Kenapa proses analisa dilakukan secara tertutup dan diam-diam? Padahal Polri wajib menjalankan asas keterbukaan publik dan ketidakberpihakan," ungkapnya.
Publik saat ini mempertanyakan keabsahan ijazah Jokowi dari UGM, dengan spekulasi kuat bahwa Jokowi tidak lulus atau bahkan drop out dari fakultasnya, sehingga tidak pantas menyandang gelar insinyur.
Lubis mendesak agar Bareskrim segera melakukan reinvestigasi untuk menjernihkan perkara ini demi menjaga kredibilitas penegakan hukum.
"Transparansi adalah harga mati, apalagi berkaitan dengan kredibilitas seorang mantan kepala negara," tegasnya.
Ia menambahkan, para ahli IT yang terlibat dalam pengaduan dan analisis ijazah juga wajib diklarifikasi dan diajak bertanggung jawab atas hasil temuannya yang menyatakan ijazah tersebut palsu dengan tingkat keyakinan tinggi.
"Ketiadaan transparansi hanya memunculkan ketidakpercayaan publik terhadap hasil labfor Polri. Jangan paksakan rakyat percaya tanpa bukti jelas dan terbuka," tutup Damai Hari Lubis.
Penulis adalah anggota Dewan Penasihat DPP KAI periode 2025-2030.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

