
Repelita Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari melontarkan kritik keras terhadap kondisi politik dan pemerintahan saat ini, yang ia gambarkan sebagai "zaman kegelapan".
Menurutnya, berbagai kebijakan yang diterapkan tidak hanya sarat masalah, tetapi juga berpotensi melemahkan demokrasi.
Dalam kanal YouTube Indonesia Lawyers Club pada Sabtu, 22 Februari 2025, Feri menyoroti bagaimana kebijakan nasional sering kali diterapkan tanpa kajian mendalam, yang justru berujung pada kekacauan.
"Telah tibalah zaman kegelapan. Mengapa kejayaan Romawi bisa runtuh? Karena muncul berbagai masalah, termasuk di ranah politik yang akhirnya membawa kehancuran," ujarnya.
Feri juga menyinggung fenomena yang ia sebut sebagai "perburuan terhadap oposisi". Ia menyoroti kasus yang menjerat Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan suap terkait pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR.
Selain itu, kasus dugaan korupsi impor gula yang menyeret nama Thomas (Tom) Lembong juga menjadi sorotannya.
Feri berpendapat bahwa kasus-kasus ini lebih bernuansa politis ketimbang penegakan hukum yang objektif. "Seluruh oposisi hendak dibungkam. Hasto dan Tom Lembong dicari-cari kesalahannya dan dijadikan kambing hitam dalam permainan politik," tegasnya.
Feri juga mengkritik standar moral dalam pemerintahan, dengan menyoroti kasus seorang siswa yang mengomentari menu program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan mendapat respons keras dari Deddy Corbuzier, yang kini diangkat sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan Bidang Komunikasi.
"Ucapan tak lagi punya makna. Seorang prajurit berkaos ketat memaki anak kecil, lalu mendadak dilantik sebagai staf dalam lingkaran kekuasaan. Ini fenomena macam apa?" sindirnya.
Feri juga menyoroti kebijakan nasional yang dinilai dibuat tanpa perencanaan matang. Ia mencontohkan bagaimana seorang menteri langsung menerapkan kebijakan berskala nasional tanpa melalui uji coba (pilot project), yang pada akhirnya hanya menciptakan kekacauan.
"Ada kebijakan yang langsung diterapkan secara nasional tanpa diuji coba terlebih dahulu," jelas dia.
"Akibatnya, terjadi kekacauan nasional. Masalahnya belum selesai, tapi kebijakannya sudah dianggap tuntas," jelasnya.
Selain itu, ia mempertanyakan mekanisme evaluasi terhadap kinerja menteri yang dilakukan oleh Wakil Ketua DPR, yang menurutnya tidak sesuai dengan prinsip ketatanegaraan.
"Secara ketatanegaraan, menteri adalah bagian dari eksekutif. Namun, kini justru dievaluasi oleh legislatif atas nama presiden. Di mana letak konstitusionalitasnya?" pungkasnya. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

