Repelita Jakarta - Miras oplosan kembali menelan korban jiwa. Baru-baru ini, "pesta" miras oplosan di wilayah Bogor Tengah dan Desa Kademangan, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, menewaskan beberapa orang.
Kasus miras oplosan di Indonesia telah menjadi fenomena tragis yang terus berulang. Salah satu akar masalahnya adalah lemahnya regulasi terkait peredaran minuman beralkohol dan bahan bakunya.
Oleh karena itu, pengesahan RUU Larangan Minuman Beralkohol (RUU LMB) dianggap sangat krusial untuk menyelamatkan lebih banyak nyawa.
Ketua Gerakan Nasional Anti Miras, Fahira Idris, mengungkapkan bahwa maraknya peredaran miras oplosan terjadi karena tidak adanya regulasi yang ketat terhadap peredaran minuman beralkohol dan bahan bakunya.
Etanol dan metanol, bahan utama miras oplosan, dapat dengan mudah dibeli secara bebas, bahkan melalui toko online. Kondisi ini membuka peluang besar bagi siapa saja untuk meracik miras oplosan dengan cara sederhana, seperti mencampur etanol atau metanol dengan sirup atau minuman energi.
“Selama akar persoalan ini tidak kita sentuh, kejadian seperti ini akan terus berulang. Ketiadaan undang-undang yang khusus mengatur soal larangan minuman beralkohol membuat aktivitas produksi, distribusi, dan konsumsi miras oplosan dianggap sebagai hal yang biasa dan tidak melanggar hukum. Sekali saya tekankan, selama RUU Larangan Minuman Beralkohol yang sudah berkali-kali dibahas dan masuk prolegnas tidak disahkan, maka kejadian seperti ini akan terus terjadi. Miras oplosan akan terus jadi bom waktu di negeri ini,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/2/2025).
Menurut Anggota DPD RI Dapil Daerah Khusus Jakarta ini, jika RUU LMB disahkan, pengawasan terhadap peredaran etanol dan metanol akan menjadi lebih ketat dan selektif. Hanya pihak-pihak tertentu yang memiliki izin resmi, seperti industri farmasi, laboratorium, atau perusahaan kimia, yang dapat membeli dan menggunakan bahan-bahan ini.
Selain itu, semua institusi yang membutuhkan etanol atau metanol harus memiliki izin resmi dan terdaftar pada sistem pengawasan nasional. Setiap transaksi harus melalui prosedur yang transparan, sehingga distribusi bahan baku ini dapat dikontrol dengan lebih efektif.
Fahira Idris menambahkan bahwa pengawasan ketat terhadap peredaran bahan kimia seperti etanol dan metanol telah berhasil diterapkan di banyak negara, seperti Singapura, Jerman, dan Prancis.
“Mengontrol peredaran etanol dan metanol serta segera mengesahkan RUU Larangan Minuman Beralkohol adalah langkah penting dalam mencegah tragedi miras oplosan di Indonesia. Dengan adanya undang-undang larangan minuman beralkohol, distribusi bahan baku miras dapat diatur secara ketat, sehingga celah untuk memproduksi miras oplosan akan tertutup rapat,” pungkas Fahira Idris.
Diberitakan sebelumnya, beberapa hari yang lalu, empat warga Desa Tegallega, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Jawa Barat, tewas setelah mengonsumsi miras oplosan. Sementara itu, di Desa Kademangan, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, korban tewas mencapai sembilan orang.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

