Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Penindasan Israel Meluas ke Tepi Barat, Gencatan Senjata Gaza Terancam Memburuk

 Kendaraan militer Pasukan Pendudukan Israel (IDF) di Hebron, Tepi Barat. Menjelang gencatan senjata di Jalur Gaza, pasukan Israel mengintensifkan pengamanan di semua wilayah Tepi Barat.

Repelita, Jakarta - Menjelang pelaksanaan gencatan senjata di Jalur Gaza yang dijadwalkan berlangsung mulai Minggu (19/1/2025), pasukan Israel dilaporkan melakukan sejumlah manuver militer di wilayah Palestina, termasuk di Hebron, Tepi Barat.

Militer Israel (IDF) mengklaim, langkah-langkah militer ini dilakukan di Jalur Gaza dan Tepi Barat sebagai antisipasi pembebasan tahanan Palestina yang merupakan bagian dari kesepakatan gencatan senjata tersebut.

Di Gaza, Israel mengonsentrasikan pasukannya di seluruh perbatasan Jalur Gaza dengan pemukiman Yahudi Israel.

Adapun di Tepi Barat, sumber-sumber Palestina mengatakan pasukan pendudukan Israel tiba-tiba menutup sebagian besar pintu masuk Hebron di selatan Tepi Barat dengan semen berbentuk kubus, Sabtu (18/1/2025).

Manuver ini dikhawatirkan menjadi indikasi kalau Israel berniat memindahkan perang dari Jalur Gaza ke Tepi Barat dengan pola pengepungan dan blokade yang mirip-mirip. Indikasi itu tergambar dari apa yang dilaporkan oleh Channel 13 Israel.

"Kepala Dewan Keamanan Nasional Israel mengatakan pada pertemuan dengan pihak pemerintah kalau kesepakatan pertukaran sandera dapat berdampak negatif terhadap situasi keamanan di Tepi Barat," kata laporan tersebut.

Dia melanjutkan: Dewan mini mengambil keputusan yang bertujuan untuk mendukung keamanan di Tepi Barat, khususnya permukiman.

Sejalan dengan genosida di Jalur Gaza, tentara pendudukan Israel memperluas operasinya di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan para pemukim meningkatkan serangan mereka di sana, yang mengakibatkan 859 warga Palestina meninggal, sekitar 6.700 orang terluka, dan penangkapan 14.300 lainnya, menurut data resmi Palestina.

Israel juga dilaporkan berniat mengintensifkan kembali operasi militer di Tepi Barat untuk kembali menangkapi warga-warga Palestina.

Hal ini dilakukan sebagai 'kompensasi' atas pembebasan tahanan Palestina dalam kesepakatan pertukaran tahanan. Dengan kata lain, Israel tak mau 'stok' tahanan Palestina di penjara mereka berkurang drastis sebagai dampak kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Untuk itu, IDF bahkan berniat mengambil kendali keamanan yang selama ini dimiliki oleh Otoritas Palestina (PA).

Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth juga melaporkan kalau pihak-pihak keamanan pendudukan Israel khawatir kalau kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan dengan Hamas akan memperburuk situasi di Tepi Barat.

Seperti diketahui, kesepakan gencatan senjata di Jalur Gaza berisi sejumlah poin yang satu di antaranya adalah pembebasan banyak tahanan Palestina yang ada di penjara Israel.

Sumber-sumber tersebut mengindikasikan bahwa masalah terbesar terletak pada penguatan posisi Hamas dengan mengorbankan Otoritas Palestina.

"Meski mendapat serangan, Hamas menunjukkan ketabahan yang besar," tulis ulasan Khaberni, mengutip laporan tersebut.

Di Tepi Barat, entitas Palestina yang menjadi pihak otoritas pemerintahan adalah Otoritas Palestina (PA). Namun, legitimasi PA memudar seiring aksi repsresif mereka yang kian menjadi ke warga Palestina di Tepi Barat.

Di sisi lain, Hamas, justru kian mendapat tempat karena pada kenyataannya jalan perjuangan mereka dianggap mampu menekan Israel, termasuk bisa membebaskan ribuan warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.

Meski belakangan dilaporkan terjadi 'Gencatan Senjata' antara PA dan milisi perlawanan Palestina di Tepi Barat, khususnya di Jenin, konstalasi ini yang membuat Israel gerah dan mengancam PA akan mengambil alih kendali keamanan di Tepi Barat.

Militer Israel (IDF) bahkan sudah melakukan pengeboman di Jenin, Tepi Barat, untuk pertama kalinya sejak PA mendapat kewenangan hukum sebagai pengendali Tepi Barat.

Editorial media Israel berbahasa ibrani, Haaretz, Rabu (8/1/2025) lalu mengulas niat rezim Israel saat ini untuk mengubah wilayah Tepi Barat, Palestina, yang mereka duduki, menjadi puing-puing seperti Jalur Gaza.

Niat itu satu di antaranya dilontarkan langsung Menteri Keuangan Israel sayap kanan Bezalel Smotrich.

Smotrich pada Senin kemarin mengatakan kalau Tepi Barat yang diduduki "harus terlihat seperti Jabalia di Gaza."

Ancaman Smotrich itu mengacu pada kerusakan luas yang disebabkan Israel di daerah kantong yang terkepung yang diserang oleh tentara Israel yang didukung Amerika Serikat selama 15 bulan.

Komentar yang menghasut itu muncul setelah tiga pemukim Israel tewas dan delapan lainnya terluka dalam operasi penembakan di dekat pemukiman ilegal Kedumim di Tepi Barat.

Smotrich, yang terkenal karena komentar genosida terhadap warga Palestina, mengatakan, "Funduq, Nablus, dan Jenin pasti terlihat seperti Jabalia," mengacu pada wilayah Gaza utara.

Jabalia mengalami kerusakan besar-besaran selama genosida dengan Israel menganggap semua yang ada di wilayah itu sebagai target, termasuk rumah sakit.

Sejak dimulainya serangan Israel di Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 45.800 warga Palestina telah tewas, sekitar 11.000 orang hilang dan diyakini tertimbun reruntuhan.

Di Tepi Barat, serangan Israel menewaskan 835 warga Palestina dan melukai 6.450 lainnya.

Tahun lalu, Mahkamah Internasional (ICJ), dalam putusannya yang bersejarah, menyatakan bahwa pendudukan Israel atas Jalur Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, adalah melanggar hukum, beserta dengan rezim permukiman, aneksasi, dan penggunaan sumber daya alam yang terkait.

Mahkamah tersebut menambahkan bahwa undang-undang dan tindakan Israel melanggar larangan internasional tentang segregasi rasial dan apartheid.

Resolusi ini juga mengamanatkan Israel untuk mengakhiri pendudukannya, membongkar permukimannya, memberikan ganti rugi penuh kepada korban Palestina, dan memfasilitasi pemulangan masyarakat terlantar.

Para ahli PBB telah menyerukan embargo senjata , diakhirinya semua kegiatan komersial lainnya yang dapat merugikan Palestina, dan sanksi yang ditargetkan, termasuk pembekuan aset, terhadap individu dan entitas Israel yang terlibat dalam pendudukan ilegal, segregasi rasial, dan kebijakan apartheid.

Netanyahu Setujui Operasi Ofensif dan Defensif Baru di Tepi Barat Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa ia menyetujui serangkaian operasi militer tambahan di Tepi Barat.

Menurut kantor Netanyahu, operasi ini mencakup “tindakan ofensif dan defensif tambahan” di Tepi Barat, serta menangkap para pelaku operasi terhadap Israel dan membawa mereka ke pengadilan.

Keputusan tersebut menyusul pertemuan Netanyahu pada 6 Januari dengan Menteri Pertahanan Israel Katz dan Kepala Staf Herzi Halevi.

Otoritas Palestina (PA) tengah melancarkan operasi besar-besaran terhadap pejuang perlawanan di kamp pengungsi Jenin atas nama Israel.

Sebelumnya hari ini, Netanyahu berjanji akan melenyapkan mereka yang bertanggung jawab atas pembunuhan tiga pemukim Yahudi di Tepi Barat pada Senin pagi.

"Kami akan menemui para pembunuh, menyelesaikan masalah dengan mereka dan dengan mereka yang membantu mereka, dan tidak seorang pun akan lolos dari kami," kata Netanyahu.

Israel meningkatkan ukuran dan jumlah operasi militernya terhadap kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat yang diduduki setelah Operasi Banjir Al-Aqsa Hamas pada 7 Oktober 2023.

Perang Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 45.000 orang, sebagian besar wanita dan anak-anak.

Otoritas Palestina (PA) saat ini sedang melakukan serangan besar-besaran terhadap kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat.

The Guardian mencatat bahwa ini adalah “operasi terbesar yang dilakukan oleh badan pemerintahan yang didukung Barat tersebut dalam 30 tahun sejak dibentuk.”

Setelah kunjungan baru-baru ini ke Jenin, The Guardian mengamati bahwa “Israel berharap dapat mendelegasikan pemberantasan aktivitas militan kepada otoritas yang berpusat di Ramallah, dan PA berusaha membuktikan bahwa mereka akan mampu menangani pemerintahan di Jalur Gaza ketika perang di sana berakhir.”

Namun, penduduk kamp marah terhadap pasukan keamanan PA karena kolaborasi mereka dengan Israel melawan pejuang perlawanan lokal.

"Sebagian besar pemuda ini merupakan bagian dari milisi ad hoc kecil yang hanya berafiliasi secara longgar dengan faksi tradisional Palestina, seperti Fatah dan saingannya Hamas," tambah surat kabar Inggris tersebut.

Mariam, seorang warga kamp berusia 23 tahun, menyatakan, “Ini pada dasarnya adalah perang saudara, warga Palestina membunuh warga Palestina.”

Warga semakin marah setelah seorang penembak jitu dari pasukan keamanan PA menembak dan membunuh mahasiswa jurnalisme berusia 22 tahun Shatha

Azzam dalam sebuah serangan terhadap milisi Palestina, beberapa hari setelah serangan oleh milisi Palestina terhadap sebuah pos militer Israel yang menewaskan seorang tentara Israel.

Saat ini, tentara Israel menargetkan para pejuang perlawanan yang bertanggung jawab atas serangan terhadap pasukan Israel di Tepi Barat dan memanfaatkan PA untuk mengejar para militan. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved