Repelita Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mengusulkan perlunya rekayasa konstitusional oleh DPR dan pemerintah saat merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Usulan ini bertujuan mencegah potensi lonjakan jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden setelah dihapusnya ambang batas pengusulan calon presiden.
Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua MK Saldi Isra saat membacakan pertimbangan perkara 62/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat. Dalam amar putusannya, MK mengabulkan gugatan perkara tersebut secara keseluruhan.
Saldi menyebut pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan hak konstitusional seluruh partai politik peserta pemilu. Namun, revisi UU Pemilu nantinya diharapkan dapat mengatur mekanisme agar tidak terjadi lonjakan jumlah pasangan calon yang berlebihan, demi menjaga efektivitas pemilu.
"Dalam revisi UU 7/2017, pembentuk undang-undang dapat mengatur agar tidak muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden dengan jumlah yang terlalu banyak sehingga berpotensi merusak hakikat dilaksanakannya pemilu presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat," ujar Saldi.
Ia juga menambahkan bahwa pasal 6A ayat 4 UUD NRI 1945 telah mengantisipasi kemungkinan terjadinya pilpres putaran kedua. Namun, MK menilai jumlah pasangan calon yang terlalu banyak belum tentu memberikan dampak positif.
"Jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terlalu banyak belum menjamin berdampak positif bagi perkembangan dan keberlangsungan proses serta praktik demokrasi presidensial Indonesia," kata Saldi.
MK memberikan lima pedoman kepada DPR dan pemerintah terkait rekayasa konstitusional yang diperlukan saat revisi UU Pemilu. Beberapa poin utama meliputi:
- Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
- Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.
- Gabungan partai politik dalam pengusulan calon tidak boleh menyebabkan dominasi yang membatasi jumlah pasangan calon maupun pilihan pemilih.
- Partai politik yang tidak mengusulkan pasangan calon dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya.
- Revisi UU Pemilu harus melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan pemilu, termasuk partai politik tanpa kursi di DPR, dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
Usulan tersebut diharapkan dapat menciptakan mekanisme pemilu yang lebih efektif tanpa mengurangi hak konstitusional partai politik maupun pemilih.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok