Repelita Tangerang - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid membeberkan daftar pemilik sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan hak milik (SHM) di area pagar laut Tangerang dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI.
Dari data yang dibeberkan, terungkap ada 263 bidang lahan di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang yang sudah mendapat SHGB dengan luas 390,7985 hektar.
Pemilik terbesar SHGB adalah PT Intan Agung Makmur (PT IAM) sebanyak 234 bidang dengan luas 341,5156 hektar.
Kemudian, PT Cahaya Inti Sentosa (PT CIS) sebanyak 20 bidang dengan luas 35,4929 hektar.
Sisanya dimiliki 8 orang, satu di antaranya memiliki dua bidang seluas 2,4507 hektar.
Sementara untuk SHM, ada 17 bidang dengan luas 22,9334 hektar.
SHM ini dimiliki 16 orang, satu di antaranya berinisial ABB memiliki dua bidang seluas 3,7995 hektar.
Nusron menjelaskan, Desa Kohod tempat sertifikat ini diterbitkan telah dibuat pagar laut dengan jarak sekitar 3,5 sampai 4 km.
"Terhadap data ini, kami analisis dan kami cocokkan dengan data spasial tematik. Mana yang ada di garis pantai, dan mana di luar garis pantai. Kalau di luar garis pantai, tidak bisa disertifikatkan," terang Nusron.
Dari hasil pencocokkan ini, Nusron sudah membatalkan sertifikat untuk 50 bidang.
"Apakah nambah? Potensinya bisa nambah, karena kami baru bekerja empat hari," tegasnya.
Selain membatalkan sertifikat, Nusron juga sudah melakukan audit investigasi terkait penerbitan sertifikat tersebut.
Hasilnya, pihaknya merekomendasikan pencabutan lisensi kepada kantor jasa survey berlisensi (KJSB) RMLP.
KJSB ini lah yang melakukan survey dan pengukuran terhadap tanah-tanah tersebut sebelum disahkan oleh petugas ATR/BPN.
Selain itu, pihaknya juga sudah memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya kepada 6 pegawai dan sanksi berat kepada 2 pegawai.
Nusron enggan menyebut nama-nama pegawainya tersebut.
Dia hanya mengungkap satu di antaranya berinisial JS, mantan kepala kantor pertanahan Kabupaten Tangerang.
"Sudah diberikan sanksi oleh inspektorat, tinggal proses SK sanksi dan tinggal penarikan mereka dari jabatannya," tegasnya.
Sebelumnya, koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mengungkap siasat sejumlah oknum yang memecah-mecah sertifikat maksimal 2 hektar agar tidak perlu diurus di BPN Pusat.
Sertifikat-sertifikat kurang dari 2 hektar yang seolah-olah dimiliki warga penggarap ini selanjutnya dibeli oleh 2 perusahaan (PT) besar sehingga mereka pun tidak perlu izin ke pusat.
Padahal sudah jelas, area yang disertifikatkan itu tidak berupa lahan (tanah) tapi lautan, dan itu bisa disertifikatkan tahun 2022 dan 2023.
"Ini jelas masuk pasal 9 (UU Tipikor), saya pernah menerapkan itu di Jakarta Timur. Ini ada dugaan pemalsuan, apapun itu lahan itu berupa tanah hamparan. HGB dan SHM kalau gak ada tanahnya, harus hilang," kata Boyamin.
Boyamin memastikan sudah melaporkan Kades Kohod, Arsin dan para pejabat yang mengurus sertifikat itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bahkan hari ini, Kamis (30/1/2025) Boyamin akan melaporkan hal serupa ke Kejaksaan Agung.
Dia melaporkan kades dan aparat lain itu dengan Pasal 9 UU 20 tahun 2021 tentang tindak pidana korupsi yang mengadopsi Pasal 461 KUHP.
Pasal ini menjelaskan bahwa pejabat umum yang harusnya mengawasi buku register, buku administrasi yang menimbulkan pemalsuan, bisa dipidana minimal 1 tahun maksimal 5 tahun dan denda Rp50 juta sampai Rp500 juta.
"Saya melaporkan oknum kepala desa, di kecamatan maupun kantor pertanahan Kabupaten Tangerang. Karena di situ berproses HGB dan HM," tegas Boyamin.
Dalam pernyataan terbaru, Boyamin akan mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung) guna melaporkan dugaan korupsi terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di perairan Tangerang.
Boyamin Saiman mengatakan, kedatangannya itu untuk menyerahkan sejumlah dokumen terkait informasi yang berkaitan dengan kasus tersebut.
"Besok siang Kamis 30 Januari 2025 saya akan datang ke Kejagung (untuk) menyerahkan aduan resmi berupa surat pengaduan dugaan korupsi dalam penerbitan hak atas tanah berupa SHGB dan SHM di wilayah laut Kabupaten Tangerang tahun 2023-2024," kata Boyamin dalam keterangannya.
Adapun langkah rencana pelaporan ini menurut Boyamin juga bertujuan agar semua penegak hukum bergerak cepat guna menangani dugaan korupsi tersebut.
"Langkah-langkah tersebut di atas guna pengawalan dan pengawasan yang akan digunakan sebagai dasar gugatan praperadilan apabila perkara mangkrak nantinya," pungkasnya.
Sementara itu, peran Kades Kohod, Arsin, dalam polemik pagar laut Tangerang, ternyata tak sekadar menguruskan sertifikat hak guna bangunan (HGB) dan sertifikat hak milik (SHM).
Kades Kohod ternyata mengerahkan alat berat untuk menguruk lahan warga untuk reklamasi.
Hal ini diungkap Henri Kusuma, pendamping warga Kohod dalam polemik pagar laut Tangerang.
Dijelaskan Henri, kades Kohod ini mengerahkan staf desa bahkan RT/RW untuk membuat sertifikat di area pagar laut tersebut.
Bahkan Henri menduga para ketua RT/RW berikut keluarganya juga tercatat dalam sertifikat tersebut.
"Kemungkinan besar mereka tidak jauh dari lingkaran kepala desa," kata Henri.
Khusus untuk warga yang didampingi, Henri menyebut, warga ini tak tahu menahu ketika diminta KTP untuk pembuatan SHGB di area pagar laut.
"Itu murni dicuri. Saat itu dia masih berumur 18, diminta KTP nya. Selanjutnya mereka memproses," katanya.
Setelah tahu identitasnya dicatut, sebenarnya warga dengan didampingi Henri telah melakukan audiensi dengan Pemkab Tangerang pada Agustus 2024.
Saat itu, mereka diterima plt Sekda, serta perwakilan dari ATR, Muspida dan Inspektorat.
Saat itu, pihak muspida tidak berbicara tentang masalah perda tata ruang, dan permasalahannya pun tidak ditanggapi serius.
Akhirnya Henri bersama warga meminta audiensi dengan Kementerian ATR/BPN pada September 2024.
Di pertemuan ini lah akhirnya terungkap bahwa Pemkab Tangerang telah membuat Perda Nomor 9 tahun 2020 tentang adanya pulau reklamasi di sepanjang pantai utara.
Namun saat itu dari Kementerian ATR/BPN tidak mau menyebutkan nomor perda sehingga pembicaraannya pun buntu, dan Henri bersama para nelayan memilih pulang.
Dua hari setelah pulang dari pertemuan dengan Kementerian ATR/BPN, Kades Kohod membawa alat berat untuk mulai menguruk tanah di Desa Kohod.
"Kami sudah mengadu, audiensi, tapi dia (Kades Kohod) merasa kuat karena merasa diback up. Mulai pengurukan untuk reklamasi," ungkap Henri.
Lalu, kades bergerak atas perintah siapa?
Menurut Henri, pelaku di dekat warga termasuk Kades Kohod itu hanya lah ekor.
"Badan dan kepala bukan itu," katanya.
Henri beralasan karena ada perda yang dipakai untuk melanggengkan rencana reklamasi dan sejumlah rencana lainnya, termasuk rencana membangun hutan lindung mangrove yang memakan lahan 1553 hektar, seluas dengan area pagar laut.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok