
Jakarta, 19 Desember 2024 - Usulan Presiden Prabowo Subianto untuk mengembalikan pemilihan kepala daerah melalui DPRD memicu kritik tajam dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari Denny Siregar, yang menilai langkah tersebut sebagai kemunduran demokrasi dan mengembalikan praktik politik era Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.
Menurut Denny Siregar, jika usulan ini terealisasi, maka rakyat akan kehilangan hak langsung untuk memilih pemimpin daerah. Hal ini, ujarnya, akan membuat masyarakat harus tunduk kepada kepala daerah pilihan DPRD, tanpa bisa menolak bahkan jika calon tersebut memiliki karakter negatif.
Sistem ini, menurut Denny, berpotensi meningkatkan risiko korupsi, kolusi, dan nepotisme. Sebab, kepala daerah akan ditentukan melalui suara partai politik di DPRD, yang dikhawatirkan akan mengembalikan praktik kekuasaan politik seperti era sebelum reformasi 1998, ketika partai dominan seperti Golkar mengendalikan proses politik sepenuhnya.
Denny juga menyoroti propaganda yang muncul untuk meyakinkan publik bahwa pemilihan langsung terlalu mahal dan memboroskan anggaran negara. Narasi ini, menurutnya, bertujuan untuk membangkitkan penerimaan publik terhadap sistem pemilihan melalui DPRD meskipun cara tersebut mengorbankan prinsip demokrasi dan transparansi pemerintahan.
Lebih lanjut, Denny Siregar mengungkapkan bahwa wacana ini mendapat dukungan dari partai-partai dalam koalisi Kim Plus. Denny menyebutkan bahwa partai seperti Golkar telah mengungkapkan dukungan untuk sistem pemilihan melalui DPRD, sementara Menteri Dalam Negeri juga terlihat sepakat dengan konsep tersebut.
Menurutnya, koalisi Kim Plus memiliki kepentingan politik untuk melemahkan partai-partai oposisi, khususnya PDI Perjuangan, yang selama ini menolak perubahan sistem pemilihan kepala daerah.
PDI Perjuangan memandang usulan ini sebagai pengkhianatan terhadap semangat reformasi 1998, yang membawa Indonesia keluar dari era kekuasaan sentralistik Orde Baru.
Denny Siregar mengingatkan bahwa jika pemilihan kepala daerah kembali ke DPRD, rakyat akan menjadi pihak yang paling dirugikan. Demokrasi yang telah berjalan selama ini akan melemah, sementara rakyat kehilangan pengaruh dalam menentukan kebijakan daerah.
Ia juga menegaskan risiko kebocoran anggaran dan meningkatnya korupsi jika sistem ini diterapkan, karena pejabat yang terpilih cenderung hanya akan melayani kepentingan partai atau kelompok yang mendukungnya.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

