Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Polisi Disentil No Viral No Justice,ini Kata Penasihat Kapolri,Kompolnas dan DPR

VIDEO Headline: Kapolri Sikapi Fenomena 'No Viral No Justice', Momentum ...

Repelita, Jakarta, 18 Desember 2024 - Istilah 'no viral no justice' kini menjadi sorotan dalam evaluasi kinerja kepolisian. Fenomena ini tidak hanya menjadi bahan perbincangan masyarakat, tetapi juga diakui oleh kalangan elite di tubuh Polri, mulai dari penasihat ahli Kapolri, Komisi III DPR RI, hingga Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).

Istilah ini menggambarkan situasi di mana aparat kepolisian hanya menindaklanjuti kasus setelah kasus tersebut viral di media sosial. Jika sebuah perkara tidak menarik perhatian publik, maka penanganannya cenderung lambat atau bahkan mandek.

Kasus penganiayaan terhadap Dwi Ayu Darmawati, seorang pekerja toko kue di Cakung, Jakarta Timur, adalah contoh nyata dari fenomena ini. Dwi yang menjadi korban penganiayaan anak bosnya, George Sugama, pada 17 Oktober 2024 lalu, telah melaporkan kejadian tersebut ke polisi, disertai dengan hasil visum dan video rekaman penganiayaan. Namun, meskipun laporan sudah diajukan, tidak ada perkembangan berarti dari pihak kepolisian hingga dua bulan kemudian. Setelah kasus tersebut viral di media sosial, polisi akhirnya menangkap pelaku pada 16 Desember 2024.

Contoh lain dari fenomena ini adalah kasus pembunuhan berencana yang terjadi pada 27 Agustus 2016 di Vina Cirebon. Kasus tersebut sempat mandek selama delapan tahun, tetapi penanganannya baru dimulai ketika kasus tersebut kembali viral dan difilmkan.

Penasihat Kapolri: Polisi Bergerak Setelah Viral

Irjen Pol (Purn) Aryanto Sutadi, penasihat ahli Kapolri, menyatakan bahwa fenomena polisi hanya bergerak setelah kasus viral bukan hal baru. Namun, hal ini semakin mendapat perhatian belakangan ini dengan istilah 'no viral no justice'.

"Kasus yang ditelantarkan polisi bukan hal baru. Saya menjadi polisi sejak tahun 1971, dan kondisi ini memang sudah lama ada. Sekarang, dengan adanya media sosial, istilah 'no viral no justice' semakin terasa di lapangan," ujar Aryanto.

Komisi III DPR RI: 'No Viral No Justice' Penyakit Sistemik

Anggota Komisi III DPR RI, Irjen Pol (Purn) Rikwanto, sepakat dengan Aryanto bahwa fenomena ini adalah masalah lama yang semakin terlihat saat ini. Menurutnya, hal ini merupakan masalah sistemik yang melibatkan semua elemen dalam Polri, mulai dari pimpinan hingga anggotanya.

"Ini bukan masalah baru, ini masalah sistemik yang terjadi setiap tahun. Jika dicari siapa yang salah, semua pihak terlibat—pimpinan, manajemen, hingga anggotanya," kata Rikwanto.

Rikwanto juga menyoroti peran media sosial sebagai alat kontrol sosial yang penting bagi kepolisian. Menurutnya, jika suatu kasus mendapat perhatian publik melalui media sosial, pimpinan Polri akan segera memerintahkan penanganan kasus tersebut.

"Media sosial kini menjadi alat efektif untuk mengontrol kinerja kepolisian. Fungsi kontrol ini baik untuk memastikan aparat penegak hukum bertindak cepat dan transparan," ujarnya.

Kompolnas: Polri Harus Berbenah

Komisioner Kompolnas, Yusuf Warsyim, mengungkapkan bahwa 'no viral no justice' telah menjadi kecenderungan dalam penegakan hukum di Indonesia. Yusuf menegaskan bahwa Polri perlu memperbaiki kinerjanya untuk menghapus stigma buruk tersebut.

"Viralisasi di media sosial kini menjadi alat kontrol. Namun, ini juga tantangan bagi Polri untuk merespons lebih cepat dan efektif," ujarnya.

Yusuf berharap agar Polri dapat segera menindaklanjuti laporan masyarakat tanpa harus menunggu perhatian publik melalui media sosial.(*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved