Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Nasir Djamil Sebut Sensitivitas Publik Terusik Seolah Prabowo dan Yusril Pandang Remeh Korupsi

Anggota Komisi III DPR RI, M Nasir Djamil, soal Presiden Prabowo Subianto dan Menko Yusril Ihza Mahendra maafkan koruPtor. (Ist)

Repelita, Jakarta 22 Desember 2024 - Anggota Komisi III DPR RI, M. Nasir Djamil, menyarankan Presiden Prabowo Subianto dan Menko Yusril Ihza Mahendra untuk tidak menyampaikan pernyataan yang dapat dianggap kontraproduktif terkait pemberantasan tindak pidana korupsi (Tipikor).

Menurut Nasir, isu korupsi sangat sensitif bagi publik. Komentar yang disampaikan Presiden Prabowo dan Menko Yusril baru-baru ini dinilai seolah-olah meremehkan kejahatan luar biasa tersebut.

“Sebaiknya memang jangan mengumbar hal-hal yang kontraproduktif terkait Tipikor. Di banyak negara, korupsi bahkan dihukum mati, seperti di China,” ujar Nasir Djamil, Sabtu (21/12/2024).

Nasir juga mengingatkan agar Menko Yusril lebih hati-hati dalam menyampaikan wacana terkait pendekatan restoratif untuk pelaku korupsi. Hal ini, menurutnya, berpotensi memicu keresahan di tengah masyarakat.

“Sensitivitas publik sangat tinggi terhadap isu ini. Apalagi, indeks persepsi korupsi (IPK) kita sedang menurun. Korupsi masih menjadi musuh besar bangsa karena termasuk kejahatan luar biasa, seperti korupsi politik dan yudisial,” tambah Nasir.

Nasir menilai sebelum mewacanakan pendekatan restoratif, ada banyak aspek yang perlu diperbaiki, termasuk moralitas para pejabat terkait.

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto dalam pertemuan dengan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar Mesir menyampaikan bahwa koruptor yang mengembalikan harta curian dapat diberi kesempatan untuk bertobat.

“Saya memberi kesempatan untuk para koruptor bertobat. Kalau mengembalikan harta yang dicuri dari rakyat, ya mungkin kita maafkan. Tapi kembalikan dulu,” ujar Prabowo, Kamis (19/12/2024).

Di tempat terpisah, Menko Yusril Ihza Mahendra menjelaskan bahwa paradigma pemberantasan korupsi di Indonesia masih menggunakan pendekatan KUHP era kolonial Belanda. Menurut Yusril, pendekatan ini hanya menekankan hukuman pemenjaraan yang bersifat balas dendam, bukan keadilan restoratif.

Yusril menyebut pemerintah berencana menerapkan paradigma baru yang lebih menekankan keadilan kolektif, restoratif, dan rehabilitatif sesuai dengan pembaruan KUHP melalui UU Nomor 1 Tahun 2023. Namun, ruang tersebut belum sepenuhnya diakomodasi dalam regulasi pemberantasan korupsi saat ini.

Tren indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2021, Indonesia mencatat skor 38, naik satu poin dibanding tahun sebelumnya. Namun pada 2022, skor anjlok menjadi 34 dan stagnan hingga 2024. Skor IPK yang rendah ini mencerminkan lemahnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. (*)

Editor: 91224 R-ID Elok

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

Ads Bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved