Repelita, Jakarta 14 Desember 2024 - Jurnalis senior Karni Ilyas memberikan pandangannya terkait perbandingan antara Rocky Gerung dan Gus Miftah dalam acara Indonesia Lawyers Club (ILC). Perdebatan ini muncul setelah KH Syarif Rahmat melontarkan pernyataan yang menyamakan gaya komunikasi kedua tokoh tersebut.
Menurut KH Syarif, baik Rocky Gerung maupun Gus Miftah sama-sama menggunakan kata-kata yang dinilai kasar atau tidak lazim dalam retorika mereka. Namun, ia menegaskan bahwa konteks ceramah Gus Miftah sering kali disalahpahami oleh pihak luar.
KH Syarif menjelaskan bahwa gaya komunikasi Gus Miftah telah diterima oleh jamaahnya, meskipun sering terkesan kasar atau jorok. Ia menganggap hal ini mirip dengan gaya Rocky Gerung yang kerap menggunakan istilah seperti “dungu” dalam kritiknya.
“Sebenarnya, bukan ceramahnya yang menjadi masalah, tetapi sebaran videonya. Mereka yang tidak pernah hadir di lokasi ceramah tidak memahami suasananya,” ujar KH Syarif.
Ia juga menambahkan bahwa retorika semacam ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang menggelitik. Namun, ia mengakui bahwa video yang dipotong tanpa konteks sering kali memunculkan reaksi negatif dari pihak luar.
Menanggapi penjelasan tersebut, Karni Ilyas memberikan pandangannya bahwa terdapat perbedaan mendasar dalam gaya komunikasi Rocky Gerung dan Gus Miftah.
Menurut Karni, istilah “dungu” yang sering digunakan oleh Rocky lebih ditujukan kepada pihak yang berada di atas strata sosialnya, bukan kepada kalangan bawah.
“Rocky Gerung sering menggunakan istilah dungu, tetapi itu tidak ditujukan kepada orang yang berada di strata sosial bawah. Sebaliknya, istilah tersebut lebih sering digunakan untuk pihak di atas,” jelas Karni Ilyas.
Ia menambahkan bahwa kritik terhadap penguasa cenderung memiliki ruang tersendiri dalam masyarakat dan lebih mudah diterima.
“Kalau kritik itu ditujukan kepada penguasa, nuansanya berbeda. Masyarakat memiliki kebebasan untuk menyampaikan kritik terhadap mereka yang berkuasa,” tandas Karni Ilyas.
Pandangan ini mencerminkan dinamika dalam retorika publik di Indonesia, di mana kritik dan komunikasi sering kali menjadi sorotan utama dalam perdebatan sosial dan politik.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok