Repelita, Jakarta 15 Desember 2024 - Jaksa Agung ST Burhanuddin tercatat sebagai pemilik manfaat (beneficial owner) Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa, sebagaimana tertera dalam situs resmi AHU Kemenkumham.
Situasi ini memunculkan kekhawatiran tentang potensi konflik kepentingan, mengingat keterlibatan pejabat negara dalam yayasan sempat menjadi sorotan di masa Orde Baru.
Akta Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa tercatat mengalami perubahan pada 14 November 2022, dengan nomor AHU 0005458.AH.01.04.Tahun 2020. Akta tersebut dicatatkan di kantor notaris Fachrul Rozy Latuconsina di Serang, Banten.
Isu ini mengingatkan pada perdebatan antara Fraksi PDIP dan Yusril Ihza Mahendra, yang sebelumnya menegaskan larangan pejabat negara merangkap jabatan di yayasan.
Larangan tersebut didasarkan pada potensi konflik kepentingan yang dapat mencederai tata kelola pemerintahan.
Surat Edaran Dirjen Dikti No. 3 Tahun 2021 juga melarang pengurus yayasan merangkap sebagai dosen atau pimpinan perguruan tinggi yang dikelola yayasan tersebut.
Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa kini menjadi sorotan karena mengelola Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Adhyaksa.
Hingga Minggu 15 Desember 2024, beberapa media mencoba mengonfirmasi isu ini kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Narendra Jatna, yang menjabat sebagai Ketua Yayasan. Namun, belum ada tanggapan resmi.
Gedung STIH Adhyaksa yang terletak di Jakarta Selatan sebelumnya diresmikan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin pada 3 Oktober 2022. Kepala Badiklat Kejaksaan Agung, Rudi Margono, menyatakan bahwa STIH Adhyaksa tidak berada di bawah naungan Badiklat Kejaksaan Agung.
Pejabat tinggi Kejaksaan Agung diketahui terlibat langsung dalam struktur Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa, seperti Ketua Dewan Pembina ST Burhanuddin, JAM Intelijen Reda Manthovani, dan JAM Datun Narendra Jatna.
Indonesian Ekatalog Watch (INDECH) menyoroti sumber dana pembangunan gedung STIH Adhyaksa yang ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.
Sekjen INDECH, Order Gultom, menduga pendirian yayasan tersebut berpotensi menjadi tempat pencucian uang. Ia meminta transparansi terkait sumber pendanaan, apakah berasal dari CSR, hibah, atau sumber lainnya.
Direktur Eksekutif Center of Budgeting Analisis (CBA), Uchok Sky Khadafi, meminta Presiden Prabowo Subianto mencopot Narendra Jatna dari jabatan JAM Datun.
Uchok menilai rangkap jabatan sebagai pejabat negara sekaligus Ketua Yayasan tidak etis dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Ia juga mendesak Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menyelidiki aliran dana ke Yayasan Karya Bhakti Adhyaksa.
Dengan banyaknya sorotan, langkah transparan dari Kejaksaan Agung dan yayasan tersebut sangat dinantikan untuk menjaga integritas pejabat publik.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok