JAKARTA, 6 Desember 2024 – Pakar hukum tata negara Feri Amsari mengungkapkan dugaan kecurangan dalam pelaksanaan Pilkada yang diduga melibatkan intervensi aktor-aktor penting, termasuk Presiden Joko Widodo. Amsari menyatakan bahwa pola kecurangan ini mirip dengan yang terjadi pada Pilpres sebelumnya.
Menurut Amsari, Jokowi disebut sebagai aktor utama di balik intervensi tersebut. Ia menilai bahwa meski Jokowi pernah menyatakan akan "istirahat di Solo", kenyataannya ia turun tangan dalam mendukung pasangan calon tertentu.
"Jokowi malah pergi ke berbagai tempat untuk mendukung pasangan calon tertentu," ujar Amsari, menambahkan bahwa tindakan ini menunjukkan ketidakkonsistenan antara ucapan dan tindakan Jokowi.
Salah satu perhatian utama Amsari adalah penggantian 12 camat di DKI Jakarta menjelang Pilkada. Amsari menegaskan bahwa langkah ini melanggar aturan yang melarang pergantian pejabat enam bulan sebelum dan sesudah pemilu. Hal ini, menurutnya, membuka peluang manipulasi dalam pengelolaan daftar pemilih tetap (DPT) yang mencapai 1,5 juta.
Amsari juga menyebut peran kepolisian dalam dugaan kecurangan Pilkada. Ia mengklaim bahwa kepolisian terlibat dalam menentukan daerah rawan pemilu, yang pada akhirnya menjadi alasan untuk intervensi dalam proses pemilu.
Selain itu, distribusi bantuan sosial (Bansos) yang dilakukan meski ada larangan menjelang pemilu kembali menjadi sorotan. Amsari mencatat bahwa dana Bansos, termasuk untuk petani di wilayah perkebunan sawit, tetap dicairkan, yang dinilai sebagai bentuk ketidakadilan yang disengaja.
Amsari memperingatkan agar pihak yang memenangkan putaran pertama Pilkada tetap waspada. Ia mencatat bahwa dalam putaran kedua, penguasa sering menggunakan segala cara untuk memenangkan pemilu, bahkan jika hasilnya tampak tidak wajar.
"Indikasinya jelas. Ketika dinyatakan dua putaran, semua pendukung kecurangan terlihat gembira. Padahal jika dihitung normal mereka akan kalah. Ini menunjukkan ada upaya sistematis untuk memanfaatkan putaran kedua demi kemenangan," tegasnya.
Amsari mendesak DPR untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Pilkada dan memanggil pihak-pihak terkait guna menjelaskan dugaan pelanggaran hukum. Ia juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk lebih tegas dalam menegakkan aturan agar pelanggaran serupa tidak terulang di masa depan.
"Jika tidak, pelanggaran ini akan terus berulang dan mencederai demokrasi kita," tutup Amsari.(*)
Editor: Elok WA R-ID