Repelita, Jakarta, 14 Desember 2024 – Pengusaha ternama Palembang, Kemas Haji Abdul Halim Ali, menyatakan kesedihan atas konflik antara PT Sentosa Kurnia Bahagia (PT SKB) miliknya dengan PT Gorby Putra Utama (PT GPU). Kemas Haji Abdul Halim juga menyesalkan keputusan Pengadilan Negeri Lubuk Linggau yang memvonis bersalah dua karyawannya, Bagio Wilujeng dan Djoko Purnomo, di hari yang sama saat istrinya, Nyimas Hj. Aminah, meninggal dunia pada Rabu, 11 Desember 2024 lalu.
“Apa dasarnya mereka dihukum? Mereka hanya menjalankan prosedur. Mereka beritikad baik,” ujarnya dengan terbata-bata sambil menggunakan selang oksigen, saat ditemui usai acara tahlil di kediamannya di Palembang, Jumat malam, 13 Desember 2024.
Kemas Haji Abdul Halim juga meminta maaf kepada Bagio dan Djoko serta menegaskan bahwa mereka tidak melakukan kesalahan. Dia menyesalkan cara yang ditempuh PT GPU dengan menyebarkan narasi negatif tentang dirinya dan karyawannya di saat kondisi sedang berduka.
“Saya minta tunjukkan satu saja lahan yang saya palsukan dokumennya. Ada saksinya, camat, kepala desa, bupati, dan semua itu sudah dinyatakan sah di pengadilan,” ujarnya.
Tim kuasa hukum PT SKB, Adnial Roemza dari firma Ihza & Ihza, juga mengecam putusan Pengadilan Negeri Lubuk Linggau. Menurutnya, majelis hakim mengabaikan prinsip hukum dan fakta persidangan yang ada.
“Majelis hakim seharusnya mempertimbangkan semua fakta yang ada, bahkan yang muncul belakangan,” ujarnya.
Adnial menyatakan bahwa pengadilan mengabaikan fakta bahwa PT GPU tidak memiliki dasar hukum atas kepemilikan tanah di lokasi yang sedang dipermasalahkan. Sementara itu, kepemilikan HGU atas nama PT SKB sudah mendapatkan pengesahan hukum tetap melalui Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 554 K/TUN/2024 tertanggal 2 Desember 2024.
Satria Narayya, kuasa hukum PT SKB, juga menyatakan bahwa Bagio dan Djoko hanya mengikuti prosedur pembebasan lahan serta pengajuan HGU berdasarkan arahan pejabat instansi terkait seperti Kepala Desa Sako Suban dan Camat Batanghari Leko. Ia menegaskan bahwa niat jahat yang menjadi unsur penting dalam kasus pidana ini tidak terbukti.
“Ketidakpastian hukum terkait sengketa batas wilayah seharusnya bukan tanggung jawab mereka, tetapi tanggung jawab penyelenggara negara,” ujar Satria.
Meski demikian, tim kuasa hukum PT SKB menyatakan menghormati keputusan yang telah dibuat oleh majelis hakim.
Terkait tudingan pemalsuan dokumen tanah dan persyaratan HGU seperti yang dituduhkan PT GPU, Adnial menyebut bahwa tuduhan tersebut bertentangan dengan undang-undang dan fakta yang ada di lapangan.
Sementara itu, muncul indikasi tumpang tindih administrasi antara Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Muratara. Hal ini terlihat saat TPS SD Negeri Sako Suban digunakan sebagai tempat pemungutan suara dalam Pilkada Muba pada November lalu, meskipun secara administratif seharusnya berada di Kabupaten Muratara.
Haris Azhar, aktivis HAM dan pendiri LSM Lokataru, mengkritik pemerintah pusat yang diduga memaksakan pencatatan administrasi daerah tanpa penataan pemerintahan lokal yang matang.
“Ini menunjukkan adanya agenda pemerintah pusat yang tidak diikuti penataan administrasi pemerintahan lokal. Apa sebenarnya agenda pemerintah pusat?” tanya Haris.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok