Jakarta, 8 Desember 2024 – Pengamat politik Rocky Gerung menyoroti penundaan kongres Projo yang sebelumnya dijadwalkan pada 7-8 Desember 2024. Penundaan ini disampaikan oleh Ketua Umum Projo, Budi Arie, yang menyatakan bahwa kongres akan diadakan pada waktu yang lebih tepat.
Kongres ini semula bertujuan untuk mengubah organisasi relawan Jokowi menjadi partai politik. Namun, hingga kini, kongres tersebut belum terlaksana.
Rocky Gerung berpendapat bahwa Projo sudah kehilangan relevansi sebagai organisasi setelah tugas utamanya, yaitu mendukung kepresidenan Jokowi dan menghadapi oposisi, selesai. Ia mengungkapkan bahwa selama ini, Projo berfungsi untuk menjaga citra Jokowi, dan setelah masa jabatannya berakhir, relevansi organisasi tersebut turut berkurang.
“Relevansi Projo sebetulnya selesai, tapi tentu ada semacam ikatan nostalgia dengan kekuasaan. Lalu ada upaya untuk menjadikan Projo permanen bahkan diarahkan untuk menjadi partai politik,” ujar Rocky Gerung dalam channel YouTube-nya pada Minggu, 8 Desember 2024.
Gerung juga mencatat bahwa penundaan kongres ini mungkin mengindikasikan bahwa Projo sedang mempertimbangkan berbagai kalkulasi politik, termasuk masalah pendanaan. Saat Jokowi masih menjabat, Projo lebih mudah mengakses sumber daya, namun setelah Jokowi tidak lagi menjadi presiden, hal tersebut menjadi lebih sulit.
Budi Arie, yang memimpin Projo, mungkin menghadapi dilema mengenai kelanjutan eksistensi Projo sebagai organisasi politik. Apakah Projo akan menjadi partai politik baru atau tetap berfungsi sebagai organisasi relawan?
Di sisi lain, jika Projo memilih untuk tetap sebagai relawan, mereka mungkin akan lebih dekat dengan Gibran Rakabuming, yang diprediksi akan maju dalam Pilpres 2029.
Rocky Gerung juga menyarankan agar Projo mempertimbangkan bergabung dengan partai yang sudah ada, seperti Golkar atau Gerindra, yang lebih mudah dimanfaatkan. Membentuk partai baru tanpa dukungan sumber daya yang memadai bisa menjadi tantangan besar.
“Jokowi sudah punya satu partai, PSI, tapi PSI sulit untuk dimanfaatkan. Pilihan lain adalah Partai Golkar yang sudah diketuai oleh Bahlil, atau Gerindra yang saya kira Pak Prabowo akan menyambut baik jika Jokowi bergabung, asalkan tidak ingin menguasai kekuasaan,” jelas Rocky.
Selain itu, Gerung mencatat bahwa Projo yang dulunya sangat setia pada Jokowi, kini mulai menyadari bahwa Jokowi bukanlah sosok yang mereka bayangkan. Hal ini dipicu oleh sejumlah kebijakan kontroversial dan penurunan legitimasi Jokowi di mata masyarakat.
Gerung menyarankan agar Projo mempertimbangkan dengan matang semua aspek ini, terutama dalam konteks politik oligarki yang semakin kuat, di mana kekuasaan lebih banyak dikuasai oleh sedikit orang.
Projo kini harus siap menghadapi konsekuensi dari keputusan mereka, apakah itu membentuk partai politik baru atau tetap menjadi relawan yang berjuang untuk kepentingan Jokowi atau Gibran di masa depan. (*)
Editor: Elok WA R-ID