Tindakan Gibran Rakabuming Raka setelah dilantik sebagai Wakil Presiden (Wapres) langsung menjadi sorotan publik. Salah satu momen yang banyak dibicarakan adalah saat Gibran membagikan bantuan sosial (bansos) kepada korban banjir di Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta Timur.
Bantuan yang diberikan berupa paket sembako, seperti beras, gula, minyak goreng, dan biskuit, dikemas dalam tas berwarna biru muda bertuliskan "BANTUAN WAPRES GIBRAN", lengkap dengan gambar Istana Wakil Presiden. Meskipun bantuan tersebut menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), banyak yang menilai bahwa mencantumkan nama Gibran di tas tersebut terkesan seperti langkah pribadi, bukan representasi dari negara.
Banyak kritik datang, terutama dari warganet di media sosial. Penggiat media sosial, Jhon Sitorus, menganggap langkah Gibran ini sebagai awal kampanye Pilpres 2029, dengan menudingnya menggunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi. “Sama-sama menggunakan APBN, tapi tujuannya sekarang lebih untuk kampanye dini,” tulis Jhon di akun media sosial pribadinya.
Berbeda dengan Gibran, Ma'ruf Amin memberikan pandangan yang berbeda terkait distribusi bansos. Ia berpendapat bahwa pemberian bansos dalam jumlah besar secara terus-menerus justru dapat melestarikan kemiskinan. Ma'ruf menyarankan agar anggaran lebih baik digunakan untuk program pemberdayaan masyarakat, yang lebih efektif untuk mengentaskan kemiskinan secara berkelanjutan.
"Kalau bansos terus kan namanya melestarikan kemiskinan. Jadi bagaimana supaya lama-lama bansos ini makin sedikit," ujar Ma'ruf dalam sebuah wawancara yang diunggah ulang di TikTok. Banyak masyarakat yang menyambut positif pandangan ini, memberikan dukungan atas ide pemberdayaan masyarakat.
Akun X @paipiapaipia dan komentar dari warganet seperti @ach*** yang mendukung pandangan Ma'ruf Amin ini, menambah semarak diskusi publik tentang efektivitas bansos dan etika penggunaannya. (*)