Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengalami serangan bertubi-tubi. Setelah dikerdilkan Joko 'Mulyono' Widodo di Pilpres lalu, upaya serupa kini dilakukan Djufri dkk menjelang perhelatan Pilkada serentak.
Djufri dkk, mengatasnamakan kader PDIP, menggugat keabsahan surat rekomendasi pencalonan kepala daerah yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Langkah Djufri dinilai sangat politis dan kuat dugaan ada campur tangan kekuasaan.
"Wajar publik melihat nuansa politik dalam gugatan (Djufri dkk) ini untuk mengganggu soliditas PDIP yang saat ini sedang menghadapi Pilkada," kata analis politik dari UIN Syarif Hidayatullah kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (9/9).
Adi menuturkan gugatan bernuansa politis dan ditengarai ada campur tangan kekuasaan lantaran baru dilayangkan setelah Presiden Joko Mulyono Widodo mendepak Yasonna Laoly sebagai Menteri Hukum dan HAM minggu ketiga Agustus kemarin. Padahal, keputusan memperpanjang masa bakti kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP hingga 2025 dilakukan Megawati awal Juli lalu.
"Tentu gugatan ini telat. Kenapa? Gugatan tidak dilakukan saat misalnya kepengurusan yang baru disahkan melalui SK Menkumham," ucapnya.
"Kenapa juga menunggu Menkumham yang baru dilantik dan menunggu rekomendasi calon kepala daerah diserahkan partai," demikian Adi Prayitno.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Gugatan dengan nomor perkara 540/Pdt.G/2024/PN.Jk.Pst, tanggal 5 September 2024, itu dilayangkan oleh Djufri dkk.
"SK rekomendasi calon kepala daerah dari ketua umum (PDIP) diduga cacat hukum," kata Anggiat BM Manalu, kuasa hukum kader PDIP Djufri dkk, dalam keterangannya, Sabtu pekan lalu.
SK dinilai cacat hukum lantaran kepengurusan Megawati berakhir Agustus 2024, dan seharusnya kepengurusan baru dibentuk berdasarkan hasil kongres.
"Sehingga (Megawati) tidak lagi berwenang untuk mengangkat dan melantik pengurus baru PDIP untuk tahun 2019-2024 hingga 2025," kata Anggiat.
Ia menilai, perbuatan Megawati menyusun dan melantik pengurus baru DPP PDIP periode 2019-2024 hingga 2025 dan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum tanpa prosedur yang tidak benar.
Hal itu merupakan perbuatan melawan hukum yang harus diluruskan dengan membatalkan keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI sebagaimana Nomor M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, tentang Pengesahan Struktur, Komposisi dan Personalia DPP PDIP Masa Bakti 2024-2025.
"Memohon majelis hakim supaya menyatakan penerbitan SK Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No.M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024, batal demi hukum. Membebankan biaya perkara kepada Tergugat," demikian Anggiat seperti dikutip dari rmol
Djufri dkk Gugat Megawati, Nasib Cakada dari PDIP di Ujung Tanduk
Djufri dan kawan-kawan melalui kuasa hukumnya, Anggiat Manalu menggugat kepemimpinan Megawati Soekarnoputri di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, pada Jumat (6/9/2024).
Gugatan dengan nomor 540/PDT.G/2024/PN Jkt.Pst ini berpotensi membatalkan rekomendasi dukungan bagi Calon Kepala Daerah (Cakada) dari PDIP di Pilkada 2024.
“Megawati Soekarnoputri sudah Demisioner sebagai Ketua Umum Partal Demokrasi Indonesia Perjuangan/PDIP beserta seluruh pengurus lainnya sejak tanggal 10 Agustus 2024,” kata Anggiat Manalu sesaat setelah mendaftarkan gugatan, di PN Jakarta Pusat, siang tadi.
PDIP kata Anggiat harus melakukan Kongres sehingga tidak berwenang untuk mengangkat dan melantik Pengurus baru PDIP 2019-2024 hingga Tahun 2025, di mana setiap Penyusunan Pengurus DPP PDIP harus melalui Kongres sesuai dengan AD/ART PDIP.
“Kepengurusan PDIP saat ini yaitu periode 2019-2024 hingga 2025 adalah tidak sah dan cacat hukum sehingga harus dibatalkan. Perbuatan Megawati Soekarnoputri yang Menyusun dan Melantik Pengurus DPP PDIP Periode 2019-2024 hingga 2025 dan mendaftarkannya ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI tanpa prosedur yang benar adalah Perbuatan Melawan Hukum yang harus diluruskan dengan pembatalan,” kata dia.
Beleid yang harus dibatalkan kata Anggiat, yakni Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02 Tahun 2024 Tentang Pengesahan Struktur, Komposisi, dan Personalia DPP PDIP Masa Bakti 2024-2025.
“Penerbitan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-05.AH.11.02.Tahun 2024 adalah perbuatan melawan hukum karena tidak sesuai prosedur dan adanya konflik kepentingan (conflict of interest) pribadi,” terangnya lebih jauh.
Konflik kepentingan ini kata Anggiat melibatkan mantan Menkumham, Yasonna Laoly, lantaran diduga mendapatkan perintah dari Ketua Umum DPP PDIP selaku Petugas Partal.
“Perbuatan-perbuatan para tergugat patut diduga merupakan Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana diatur Pasal 1365 jo. Pasal 1366 jo. Pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata,” pungkasnya.***