Oleh: Damai Hari Lubis - Pengamat Politik
Seperti tuduhan publik Joko Widodo menggunakan ijasah palsu (seolah) tamatan dari Fakultas Kehutanan UGM.
Begitu pula kebenaran yang dipercaya oleh publik, bahwa akun fufufafa orang yang sebenarnya adalah Gibran Rakabumi Raka/ GRR Bin Joko Widodo/ Jokowi dan juga Gibran dituduh publik, sebagai tokoh yang tidak memiliki keabsahan ijazah SLA. Melainkan SMP.
Sesuai sistim hukum dan ketentuan-ketentuan sisdiknas. Dan bagaimana. Hubungan hukumnya dengan PKPU. terkait persyaratan ijasah minimal sebagai peserta pasangan presiden dan wapres ?
Hal ini menambah keyakinan publik, “ketidak pedulian” Gibran dari tuduhan yang amat kurang ajar kepada dirinya yang notabene seorang anak Presiden RI. Nyatanya, Gibran tidak atentif dengan indikasi:
1. Atas tuduhan dan kata-kata kasar mencemooh dari para netizen, Gibran tidak menampakan tanda-tanda ketersinggungan atau marah atau emosi walau sekedar melalui statemen “ngeyel ” model karakter (bawaan) yang Ia miliki, dengan gaya komentar yang Ia biasa bawakan;
2. Ada pendapat tokoh Dr. Roy Suryo, pakar telematika dan IT. Publis menyatakan, bahwa 99 prosen lebih pemilik atau sosok akun fufu fafa adalah Eks Walikota Surakarta.
3. Mengingat dirinya membutuhkan nama baik, dan bakal dilantik menjadi RI. 2 dalam waktu dekat;
Sehingga nampak aneh dengan booming-nya tuduhan dirinya sebagai jatidiri operator akun fufu fafa yang perilakunya dalam bermedia sosial sangat tak beradab, menjijikan, amoral, bahkan publik boleh sangsi/ ragu jika pemilik akun fufu fafa bukan pengidap ODGJ.
Bayangkan jika benar akun fufu fafa adalah Gibran, yang belum dilantik sudah melanggar Etika Kehidupan Berbangsa (vide TAP. MPR RI No. 6/ 2001).
Jadi untuk apa Gibran yang tidak role model dilantik kelak pada 20 Oktober 2024 sebagai RI 2. Jika bakal merepotkan RI 1 dan cenderung timbulkan kegaduhan nasional gara-gara seorang nir martabat, dan terindikasi kesan psikologis-nya sebagai ODGJ ?
Jadi, karakter kepemimpinan anak beranak ini, identifikasinya sama-sama berperangai buruk (moral hazard), dan tidak apriori, melainkan bukti data empirik sang bapak dan anak punya kelainan mentalitas, setidaknya minim moralitas.
Selanjutnya terkait data empirik gugatan di PN. Jakarta Pusat, perihal Jokowi Ijasah palsu, namun Jokowi tidak mau mengklarifikasi ke publik sebagai bantahan (Catatan; Penulis salah seorang kuasa hukum penggugat ijasah palsu Jokowi), termasuk pada saat mediasi, penggugat siap mencabut gugatan, dengan syarat kuasa hukum Jokowi, cukup memperlihatkan objek gugatan, yaitu ijazah asli Jokowi nyatanya nihil.
Begitu pula pada saat persidangan perkara pidana Bambang Tri Mulyono di PN surakarta, Penulis membuktikan secara hukum, bahwa Penyidik, JPU.
Serta Majelis Hakim, tidak dapat menunjukan, bahkan sebelumnya tidak pernah memegang dan belum pernah melihat ijasah asli milik Jokowi, dan herannya nama teman-teman sekelasnya dalam buku arsip sekolah sejak SD, SMP dan SMA (Jokowi bukan SMEA/SMK).
Semua murid yang bernama Joko menggunakan ejaan lama “Djoko”, hanya Jokowi yang menggunakan ejaan baru “Joko”. Dan identitas Jokowi tertulis menggunakan warna tinta biru, sementara yang lainnya tinta hitam.
Sehingga dalam pemahaman hukum, anak beranak ini, justru mempersulit diri terhadap substantif tuduhan, bahkan rendahkan UU Tentang Keterbukaan Informasi Publik dan tidak patuhi prinsip atau asas-asas good governance.
Maka oleh karenanya, publik banyak berharap agar Presiden RI yang bakal dilantik 20 Oktober 2024 hendaknya tidak usah hadirkan Gibran saat pelantikan Presiden-wakil presiden dan paska menjabat publik amat beharap agar Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto memerintahkan aparatur dibawah kontrolnya segera memproses sesuai ketentuan perihal kebenaran atau ketidakbenaran tuduhan publik, bahwa Jokowi menggunakan ijasah palsu UGM dan Gibran adalah aktor sebenarnya dari fufufafa dan Prabowo juga instruksikan tim medis memeriksa faktor kejiwaan kedua anak beranak, Joko Widodo dan Gibran putra Jokowi.
Agar bangsa ini tidak lagi salah memilih individu-individu yang rekam jejaknya dan rekam medisnya dapat merusak tatanan kehidupan berbangsa. ***