Partai Buruh resmi mendeklarasikan untuk mengusung Anies Rasyid Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) Jakarta 2024. Partai Buruh sekaligus menawarkan tiga nama calon pendamping Anies.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Buruh, Ferri Nuzarli menyebut, tiga calon wakil gubernur (cawagub) yang disodorkan adalah eks gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mantan gubernur Banten Rano Karno, dan eks wali kota Semarang Hendrar Prihadi. Ketiganya merupakan kader PDIP.
"SK keempat calon gubernur Anies Baswedan, calon wakil gubernur kami kosongkan menunggu perkembangan politik sampai dengan 26 Agustus 2024," kata Ferri dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu (21/8/2024).
Pengajuan empat opsi itu tercantum dalam surat keputusan yang dibuat Partai Buruh guna mendukung Anies. Ferri menyebut, pengusungan Anies sebagai cagub didasarkan keputusan Exco Pusat Partai Buruh.
"Anies sudah lama didukung dan menjadi salah satu kandidat yang disuarakan akar rumput karena dinilai berhasil menunjukkan keberpihakan terhadap kaum buruh," ujar Ferri.
Nama Anies santer disebut akan maju pada Pilgub Jakarta 2024. Hal itu memungkinkan dengan merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru soal gugatan UU Pilkada yang dimohonkan Partai Buruh dan Partai Gelora.
Walau demikian, upaya tersebut berpotensi diganjal hasil rapat Baleg DPR pada hari ini yang melawan putusan MK. Adapun sampai hari ini, Anies juga belum memutuskan merapat ke partai manapun di Pilgub Jakarta 2024 seperti dikutip republika
Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna Sebut Pihaknya Sesalkan Baleg DPR Lakukan Pembangkangan Konstitusi
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna merespons hasil rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat mengenai revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Undang-Undang Pilkada). Ia menyesalkan, Baleg DPR secara terang-terangan membangkang terhadap putusan MK.
"Kami tidak punya kewenangan memeriksa Baleg DPR. Tapi cara ini, buat saya pribadi, adalah pembangkangan secara telanjang terhadap putusan pengadilan. Mahkamah Konstitusi yang tidak lain adalah lembaga negara yang oleh konstitusi (UUD 1945) ditugasi untuk mengawal UUD 1945," kata I Dewa Gede Palguna kepada wartawan, Rabu (21/8).
Pembangkangan terhadap konstitusi itu dapat dilihat dari hasil rapat Baleg DPR. Pasalnya, Baleg tiba-tiba secara mempercepat pembahasan revisi UU Pilkada, setelah hadirnya putusan MK mengenai uji materi Pasal 40 UU Pilkada yang mengatur ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala dearah, serta Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada mengenai bata usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Awalnya, ambang batas pencalonan yaitu didukung minimal 20 persen partai politik pemilik kursi di DPRD
Lalu ambang batas itu diubah menjadi didukung oleh partai politik dengan perolehan suara antara 6,5 sampai 10 persen dari total suara sah. Selain itu, MK juga memutuskan syarat calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun terhitung sejak pendaftaran pasangan calon.
Namun, Baleg DPR tidak mengindahkan putusan MK itu. Palguna menegaskan, masyarakat sejatinya tidak diam melihat sikap tersebut.
"Itu kan sudah berada di luar kewenangan MK. Tinggal kelakuan itu dihadapkan dengan rakyat dan kalangan civil society, serta kalangan kampus. Itu pun jika mereka belum kecapean," pungkasnya.***