Breaking Posts

6/trending/recent

Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Di Balik Kisruh Sejarah Pendiri PBNU, Gus Ulil: Jangan-Jangan Ada Agenda Politik Tertentu

 

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Ulil Abshar Abdalla angkat bicara mengenai adanya upaya untuk menunggangi kebijakan PBNU yang merevisi buku pelajaran tentang sejarah NU yang kurang pas. Dia meminta agar Nahdliyin untuk tetap menghormati dzurriyah atau keturunan Rasulullah SAW.

"Saya menulis ini karena baru saja membaca postingan yang menunggangi kebijakan PBNU nutuk kepentingan agendanya sediri. Bahkan menyebut Habib Luthfi dengan Kabib, ya jangan begitu lah,"ujar Ulil lewat postingannya di akun X bercentang biru Ulil Abshar Abdalla.

Menurut Ulil, kebijakan PBNU untuk menarik dan kemudian merevisi buku-buku pelajaran tentang sejarah NU menjadi bahan perbincangan yang panas di masyarakat terutama kalangan nahdliyin. Dia mengatakan, kebijakan ini jangan sampai dijadikan alat untuk makin meningkatkan agenda mereka untuk menyerang habaib.

"Saya secara personal tetap memegang pendapat Gus Yahya, Ketum PBNU, yatu kita harus tetap husnuzzan kepada para habaib, terutama soal nasab yang diperselisihkan akhir-akhir ini. Gus Yahya meranti-wanti, di balik kisruh ini jangan-jangan ada agenda politik yang dimainkan oleh aktor politik tertentu untuk tujuan-tujuan mereka sendiri. Kita harus waspada,"ujar dia.

Dia mengatakan, jika ada sejarah NU ditulis tidak tepat, maka dikoreksi. Hal tersebut sudah kewajiban PBNU sebagai owner sejarahnya sendiri. Meski demikian, dia mengatakan, ada hal yang tidak bisa diingkari bahwa tradisi santri dan pesantren adalah menghormati dzurriyah Rasulullah dan ahlul bait dalam batas-batas wajar dan masuk akal.

"Di tengah kemelut ini, kita sebagai warga NU harus tetap memakai akal sehat, tetap bersikap moderat. Misalnya, kita tetap hormat pada habaib seperti Habib Luthfi Pekalongan,"kata dia seperti dikutip dari republika

LP Maarif NU menarik buku ke-NU-an yang isinya menyebut kakek Habib Luthfi, Habib Hasyim sebagai pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Sejarah menyimpang berdirinya NU itu terdapat dalam buku Pelajaran Ahlusunnah Waljamaah Ke-NU-an, jilid 1 untuk kelas 2, Madrasah Diniyah dan Pondok Pesantren yang disusun oleh Divisi Keilmuan RMI PCNU, Penerbit RMI PCNU Kabupaten Tegal.

Dalam buku itu tertulis, beberapa ulama besar berkumpul di Masjidil Haram. Mereka menyimpulkan bahwa sudah sangat mendesak berdirinya wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya ajaran Aswaja.

Akhirnya, diistikarahi oleh para ulama Haramain. Kemudian mereka mengutus KH Hasyim Asy’ari untuk pulang ke Indonesia agar menemu dua orang yang diyakini sebagai kekasih Allah, yang bermukim di Indonesia.

Kalau dua orang ini mengiyakan, maka rencana pembuatan wadah untuk Aswaja akan dilanjutkan. Kalau tidak maka jangan diteruskan.

Dua orang tersebut adalah Habib Hasyim bin Umar bin Thoha bin Yahya, Pekalongan (kakek Maulana Habib Muhammad Lutfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya.

Yang satunya lagi adalah Syekhona Muhammad Kholil Bangkalan. Oleh sebab itu, tidak heran jika Muktamar NU yang ke-5 dilaksanakan di Pekalongan, tepatnya pada tahun 13 Rabiul Akhir 1349 H/7 September 1930 M. Hal itu dilakukan ternyata untuk menghormati Habib Hasyim bin Yahya yang wafat pada tahun itu.

Mbah Kiai Hasyim Asy’ari datang ke tempat mbah Kiai Yasin. Kiai Sanusi ikut serta pada watu itu.

Di situ, mereka diiringi oleh Kiai Asnawi Kudus, terus diantar datang ke Pekalongan. Lalu, bersama Kiai Irfan, datang ke kediaman Habib Hasyim

Begitu KH Hasyim Asy’ari duduk, Habib Hasyim langsung berkata, ”Kiai Hasyim Asy’ari, silakan laksanakan niatmu kalau mau membentuk wadah Aswaja. Saya rela (rida), tapi tolong nama saya jangan ditulis.”***

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Top Post Ad

Below Post Ad

ads bottom

Copyright © 2023 - Repelita.com | All Right Reserved