Sejarah kembali tercetak di Indonesia, di mana pada Kamis (23/8/2024) kemarin, aksi demonstrasi yang cukup besar terjadi di beberapa daerah termasuk di Jakarta.
Demonstrasi ini terjadi sebagai bentuk protes masyarakat atas keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang merevisi Undang-Undang (UU) Pilkada, setelah Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora.
Aksi demo besar-besaran dilakukan oleh lapisan masyarakat, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI), dan para buruh
Adapun protes masyarakat bermula dari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian gugatan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Putusan dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa lalu.
Hakim mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan kedua partai tersebut terhadap UU Pilkada.
Dalam keputusan MK disebut partai politik (parpol) tidak perlu memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengajukan calon kepala daerah.
Namun, Badan Legislasi (Baleg) DPR kemudian memutuskan hal yang berbeda dengan MK DPR sepakat jika perubahan syarat ambang batas pencalonan Pilkada hanya berlaku untuk partai yang tidak punya kursi di DPRD.
Partai yang mempunyai kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20% kursi DPRD atau 25% suara pemilu sebelumnya.
DPR juga memilih mengadopsi putusan Mahkamah Agung (MA) sehingga batas usia calon gubernur ditentukan saat pelantikan calon terpilih dan bertolak belakang dengan putusan MK.
Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 pada 4 Juni 2024 menyebut batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota diubah menjadi berlaku saat pelantikan kepala daerah terpilih.
Protes masyarakat atau yang akrab disebut demonstrasi tidak terlepas dari proses politik sebuah negara.
Terlebih bagi negara demokrasi, demonstrasi merupakan salah satu aspek penting bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya.
Aksi demo mahasiswa dan buruh kemarin di Jakarta dan beberapa daerah lainnya pun menambah deretan aksi demo menolak dominasi pemerintah yang terlalu berlebihan.
Demonstrasi yang terjadi kemarin juga cukup besar dan banyak yang membandingkan dengan demonstrasi runtuhnya era orde baru pada 1998 silam.
Terlepas dari itu, nyatanya tak hanya di Indonesia saja yang pernah terjadi aksi demonstrasi besar-besaran. Mengutip laman Live Science, berikut daftar demonstrasi terbesar sepanjang sejarah dunia.
1. Protes Rakyat di Filipina (1986)
Negara tetangga RI, Filipina, pernah memiliki sejarah demonstrasi terbesar. Itu terjadi pada 1986 ketika Ferdinand Marcos dinyatakan sebagai pemenang pemilihan presiden.
Kala itu, Marcos telah memerintah Filipina selama 20 tahun. Hal ini memicu aksi besar-besaran dari jutaan warga Filipina yang menganggap kepemimpinan otoriter Marcos harus diakhiri.
Terlebih ada indikasi bahwa pemilu terakhir yang dilakukan oleh Marcos, merupakan jalan 'kotor'. Bahkan gereja Katolik di Filipina mengutuk pemilu tersebut.
Pada akhirnya, jutaan rakyat turun ke jalan untuk protes dan militer mulai membelot dari Marcos. Tanpa dukungan militer yang kuat, Marcos berakhir melarikan diri dan Aquino dilantik sebagai presiden pada 25 Februari 1986.
2. Demonstrasi di Jalan Baltik (1989)
Mengutip NPR, jutaan orang diketahui membentuk rantai manusia sepanjang lebih dari 400 mil (sekitar 643 km) melintasi Latvia, Lituania, dan Estonia pada malam tanggal 23 Agustus 1989. Lintasan tersebut kemudian disebut dengan Jalan Baltik.
Aksi ini dilakukan sebagai gerakan yang telah dimulai pertengahan 1980-an. Ini adalah gerakan perlawanan terhadap rezim Komunis yang memerintah negara-negara tersebut.
Kala itu, kaum populis melawan pemerintahan komunis yang telah berkembang seiring dengan diperkenalkannya reformasi di seluruh blok Soviet oleh Mikhail Gorbachev.
Diperkirakan sekitar seperempat penduduk Negara Baltik berpegangan tangan pada malam itu untuk membentuk rantai simbolis. Ini menjadi demonstrasi terbesar dalam sejarah Uni Soviet.
Pada akhirnya, protes anti-Komunis ini melanda Eropa timur, yang mencapai puncaknya dengan runtuhnya Tembok Berlin. Dalam waktu dua tahun, ketiga negara Baltik akhirnya menjadi negara merdeka.
3. Demontrasi di Tembok Berlin (1989)
Perpecahan konkret yang memisahkan Berlin Timur dan Barat selama 28 tahun turun hanya dua bulan setelah protes publik terjadi di seluruh Jerman.
Tekanan untuk merobohkan tembok telah meningkat pada tahun 1989 dan demonstrasi menjadi pukulan terakhir bagi pemerintah Jerman Timur, yang akhirnya membuka gerbang pada 9 November.
4. Demo di Tiananmen Square (1989)
Sekurang-kurangnya 1 juta orang, kebanyakan mahasiswa yang mencari reformasi demokrasi telah menduduki Lapangan Tiananmen Beijing dengan damai selama tujuh minggu ketika militer China secara tak terduga mengerahkan tank untuk mengusir mereka.
Jumlahnya tidak dapat disebut pasti, tetapi diperkirakan setidaknya ratusan pengunjuk rasa tewas dalam aksi tersebut hingga menuai kritik keras dari komunitas internasional.
5. Demonstrasi Nasional di Afrika Selatan (1994)
Partai ANC Nelson Mandela mengatur penghentian kerja anti-apartheid ini pada tahun 1950, sebagai pembalasan atas Rancangan Undang-Undang (RUU) baru yang secara efektif memungkinkan pemerintah untuk menyelidiki partai atau organisasi politik mana pun.
Pada tanggal 26 Juni 1994, ratusan ribu orang Afrika Selatan berpartisipasi dalam aksi "Tetap di Rumah", sebuah taktik yang digunakan beberapa kali dalam dekade berikutnya.
26 Juni pun diperingati sebagai Hari Kebebasan Nasional di Afrika Selatan hingga 1994.
6. Protes Anti-Perang Irak (2003)
Sejarah telah mencatat sebuah invasi yang dilakukan Amerika ke Irak pada 2003. Kala itu, Presiden AS George W. Bush menganggap bahwa Irak melanggar resolusi PBB mengenai senjata pemusnah massal.
Namun, rencana invasi itu ditentang oleh banyak pihak. Pada 15 Februari 2003, jutaan orang melakukan demonstrasi di lebih dari 600 kota di dunia menentang rencana Presiden George W. Bush.
Di Roma, 3 juta orang ambil bagian dalam demonstrasi tersebut. Kemudian 750.000 orang melakukan unjuk rasa di London dan lebih dari 1,5 juta orang melakukan protes di Madrid, serta puluhan ribu lainnya di kota lain.
Namun, pada akhirnya, gerakan tersebut hanya berdampak kecil terhadap kebijakan. AS tetap melakukan invasi ke Irak yang dimulai pada 20 Maret 2003.
7. Women's March (2017)
Pada Pemilihan Presiden (Pilpres) AS tahun 2016, Donald Trump disorot karena dianggap merendahkan perempuan dalam kampanyenya. Hal ini kemudian memicu kemarahan para perempuan, sehingga muncul gerakan "Women March".
Mereka turun ke jalan pada Januari 2017, tepat pada hari pertama Donald Trump dilantik sebagai presiden terpilih. Menurut London School of Economics, demonstrasi ini didukung oleh ratusan ribu orang di seluruh dunia.
Sementara yang turun ke jalanan di Washington, diperkirakan mencapai setengah juta orang.
8. March for Science (2017)
Hari Bumi jatuh di tanggal 22 April. Dalam perayaannya pada 2017 silam, sekitar 100.000 orang berbaris di Washington D.C. dalam aksi unjuk rasa non-partisan untuk merayakan sains dan mempromosikan pengambilan keputusan kebijakan menggunakan bukti ilmiah, terutama pada isu-isu seperti perubahan iklim dan kesehatan masyarakat.
Seperti halnya demonstrasi Women's March, demo March for Science terinspirasi dari terpilihnya Presiden Trump.
Trump sebelumnya menyebut perubahan iklim sebagai tipuan dan berjanji untuk menarik AS dari Perjanjian Paris tentang mitigasi iklim global, menghapus peraturan anti-polusi yang diberlakukan oleh Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) dan memotong dana federal untuk berbagai lembaga sains dan penelitian, termasuk National Institutes of Health (NIH).
Marches for Science diadakan di lebih dari 600 kota di seluruh dunia pada Hari Bumi 2017, menarik kehadiran global lebih dari 1 juta orang, menurut penyelenggara.
9. Demonstrasi Black Lives Matter, Kematian George Floyd (2020)
Pada Mei 2020, terdapat kasus pembunuhan yang menggemparkan di Amerika Serikat (AS). Pembunuhan George Floyd di Minneapolis oleh petugas polisi memicu gelombang kemarahan dunia karena berkaitan dengan isu ras dan rasisme.
Seminggu setelah pembunuhan terjadi, muncul gelombang protes yang dilakukan di 75 kota besar dan kecil di AS.
Protes tersebut sebagian dikoordinasikan melalui gerakan yang dikenal dengan "Black Lives Matter". Demonstrasi ini juga menjadi global dan lebih luas hingga melibatkan jutaan orang.
10. Demonstrasi Petani India (2020-2021)
Pada September 2020, para pekerja pertanian di India memblokir jalan dan jalur kereta api di wilayah Punjab dan Haryana.
Menurut laporan Business & Human Rights Resource Centre, sekitar 250 juta orang turun ke jalan untuk demonstrasi.
Para petani melakukan protes terhadap rencana perubahan undang-undang seputar produk (pertanian). Akibat perubahan undang-undang itu, akan ada kelonggaran aturan seputar penjualan, penetapan harga, dan penyimpanan produk pertanian.
Maka dari itu, petani melakukan protes dan turun ke jalan. Beberapa petani mulai membakar ladang mereka dan ada juga aksi mogok makan.
Pada November 2021, pemerintahan Narendra Modi mencabut undang-undang tersebut dan pengunjuk rasa mengundurkan diri pada awal Desember 2021.