Repelita Jakarta - Serikat Pekerja Kampus melayangkan kritik terhadap keputusan ribuan perguruan tinggi negeri dan swasta yang secara terbuka mendeklarasikan dukungan terhadap program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Ketua Serikat Pekerja Kampus, Dhia Al Uyun, menilai sebanyak 4.014 perguruan tinggi yang ikut mendeklarasikan dukungan menunjukkan sikap latah atau sekadar mengikuti arus tanpa pertimbangan akademik yang matang.
"Sikap ini jelas membuktikan kelatahan kampus untuk kepentingan penguasa atau menjadi stempel bagi kekuasaan yang anti-rakyat," kata Dhia Al Uyun dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 16 Agustus 2025.
Deklarasi dukungan itu disampaikan oleh kampus yang tergabung dalam Forum Rektor Indonesia dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia. Mereka menyatakan komitmen untuk mendukung program unggulan Prabowo, mulai dari makan bergizi gratis, sekolah rakyat, koperasi desa, cek kesehatan gratis, hingga pembangunan 3 juta rumah di 40 ribu desa.
Menurut Uyun, perguruan tinggi seharusnya berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan dan pembentukan intelektual kritis, bukan justru menjadi alat untuk mengamankan kepentingan pemerintah. Ia menekankan bahwa kampus harus tetap independen dan mampu mengontrol kekuasaan, bukan menjadi legitimasi kebijakan pemerintah.
Serikat Pekerja Kampus menyerukan kepada Forum Rektor Indonesia dan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia untuk menyadari fungsi utama mereka sebagai lembaga pendidikan yang kritis terhadap kebijakan negara. Uyun juga mengimbau mahasiswa dan sivitas akademika agar menolak normalisasi yang menyanjung kekuasaan dan waspada terhadap upaya penjinakan kampus secara sistematis.
Ia menyoroti celah dalam aturan pemilihan rektor yang berpotensi digunakan sebagai alat politik balas budi. Dalam Pasal 9 ayat (3) huruf a Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 21 Tahun 2018, dijelaskan bahwa menteri memiliki 35 persen hak suara dalam pemilihan rektor, yang menurut Uyun bisa menjadi cara pemerintah menebar pengaruh dan menukar kepatuhan dengan posisi strategis.
Selain itu, tawaran jabatan di kementerian, Badan Usaha Milik Negara, maupun Badan Usaha Milik Daerah menjadi strategi kedua untuk menjerat sivitas akademika, sehingga rangkap jabatan dan kepentingan politik bisa merusak integritas intelektual kampus. Uyun menegaskan bahwa hal ini membuat program pemerintah, meski tidak realistis, selalu menggunakan perguruan tinggi sebagai stempel dan alat legitimasi.
Deklarasi dukungan 4.014 perguruan tinggi untuk program Prabowo dilakukan usai Rapat Koordinasi Nasional Forum Perguruan Tinggi dalam Pemberdayaan Masyarakat di Universitas Negeri Surabaya, Jawa Timur, pada Kamis, 14 Agustus 2025. Pernyataan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Eduart Wolok dan disaksikan oleh 217 rektor dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, termasuk Ketua Forum Rektor Indonesia Nurhasan dan beberapa rektor lainnya.
"Deklarasi ini dilandasi oleh semangat gotong-royong, tanggung jawab akademik, dan moral kebangsaan," kata Eduart Wolok saat membacakan deklarasi pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar menyebut dukungan perguruan tinggi sebagai bagian dari kolaborasi pemerintah dengan guru besar, ilmuwan, dan pemangku kepentingan pendidikan. Ia menekankan pentingnya kerja sama untuk merumuskan peta jalan riset yang berdampak pada pemberdayaan masyarakat.
Presiden Prabowo memiliki setidaknya 11 program prioritas dalam kepemimpinannya lima tahun ke depan, dengan anggaran yang mencapai Rp 446,24 triliun menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Program-program ini mencakup makan bergizi gratis dengan alokasi Rp 121 triliun, 3 juta rumah senilai Rp 41,88 triliun, Koperasi Desa Merah Putih Rp 200 triliun, sekolah rakyat Rp 11,6 triliun, Sekolah Unggul Garuda Rp 2 triliun, dan program cek kesehatan gratis Rp 3,4 triliun.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok.

