Repelita Bandung - M Rizal Fadillah menilai penyidikan yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap 12 terlapor dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo berjalan tanpa landasan hukum yang jelas dan kuat.
Menurutnya, prosedur tersebut lebih condong pada upaya kriminalisasi daripada penegakan hukum yang berintegritas dan transparan.
Ia menegaskan, praktik semacam ini justru berpotensi merusak citra institusi kepolisian di mata publik dan menimbulkan persepsi ketidakadilan.
Rizal menyoroti perlakuan istimewa terhadap Joko Widodo yang menurutnya sangat nyata dan berada di luar akal sehat, di mana Bareskrim Mabes Polri menghentikan penyelidikan pengaduan TPUA, sementara laporan yang diajukan Joko Widodo di Polda Metro Jaya terus melaju hingga tahap penyidikan.
Percepatan proses ini, kata Rizal, sarat kejanggalan dan tampak seperti lompatan kepentingan yang menabrak aturan hukum yang berlaku.
Ia merinci beberapa pelanggaran prosedur yang terjadi dalam proses ini.
Pertama, laporan diterima hanya berdasarkan fotokopi dokumen ijazah tanpa adanya berkas asli atau legalisasi resmi, tetapi Polda Metro Jaya tetap melanjutkan proses penyelidikan, padahal di tingkat Polsek sekalipun biasanya lebih berhati-hati dalam menangani bukti semacam itu.
Kedua, laporan dibuat tanpa mekanisme konsultasi langsung, kemudian disusul pembuatan BAP dan penerbitan Surat Penyelidikan dalam tempo yang sangat singkat, yang menurut Rizal adalah pelayanan super cepat yang nyaris mustahil dinikmati warga negara lain di Indonesia.
Ketiga, selama tahap penyelidikan, seluruh laporan pencemaran nama baik dan fitnah yang diajukan Joko Widodo hanya dimintakan klarifikasi melalui BAK, tanpa adanya BAP yang seharusnya menjadi dasar sah pemeriksaan hukum pro justitia.
Keempat, Joko Widodo membantah pernah menyebut identitas terlapor dalam laporannya, sehingga Rizal mempertanyakan bagaimana delik aduan pencemaran nama baik dan fitnah bisa diterima tanpa menyertakan pihak terlapor secara jelas.
Kelima, beberapa individu yang belum dimintai keterangan selama tahap penyelidikan tiba-tiba diperiksa sebagai terlapor pada tahap penyidikan, termasuk Abraham Samad, Nurdiansyah, dan Babe Aldo, praktik yang menurut Rizal jelas melanggar asas hukum yang berlaku.
Keenam, penggabungan laporan dari berbagai Polres ke Polda Metro Jaya untuk delik yang berbeda menimbulkan risiko hukum, karena seorang terlapor dapat diperiksa dengan sejumlah pasal yang tidak terkait langsung dengan laporan awal, sehingga berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM terhadap 12 terlapor.
Rizal menekankan, untuk menghindari persoalan hukum yang lebih berat, dan mengingat sorotan publik baik di dalam maupun luar negeri, penyidikan sebaiknya segera dihentikan, dan penerbitan SP3 menjadi langkah yang tepat untuk menyelamatkan citra kepolisian.
Ia menambahkan, situasi ini menjadi ujian bagi Kapolda Metro Jaya yang baru untuk menunjukkan konsistensi dalam pengabdian hukum, bukan meneruskan proses yang berisiko merusak institusi, apalagi demi melindungi seorang pemimpin yang ia sebut sebagai pembohong bernama Joko Widodo.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

