
Repelita Jakarta - Penyidikan kasus dugaan korupsi haji yang ditaksir merugikan negara hingga lebih dari Rp 1 triliun kini memasuki babak baru.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa, 26 Agustus 2025, resmi memanggil dan memeriksa mantan Staf Khusus Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz atau yang akrab disapa Gus Alex.
Langkah ini menjadi titik krusial karena Gus Alex disebut sebagai salah satu orang terdekat Yaqut yang diyakini mengetahui secara detail mengenai aliran dana dalam skandal besar tersebut.
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa Gus Alex hadir memenuhi panggilan penyidik.
Budi menjelaskan bahwa status Gus Alex tidak sebatas saksi biasa, melainkan salah satu pihak penting yang telah masuk dalam radar KPK sejak awal penyelidikan.
“Hari ini sudah ada pemanggilan dan yang bersangkutan hadir. Betul, Gus Alex,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 26 Agustus 2025.
Budi menambahkan bahwa Gus Alex sebelumnya juga menjadi sasaran penggeledahan rumah serta telah dicegah bepergian ke luar negeri.
Tindakan ini dilakukan untuk memastikan bahwa Gus Alex selalu berada di Indonesia agar dapat dimintai keterangan secara intensif dalam setiap tahap penyidikan.
“Ya, yang bersangkutan termasuk yang dilakukan penggeledahan dan dicegah bepergian ke luar negeri. Keterangan yang bersangkutan dibutuhkan untuk mengurai perkara ini,” tegas Budi.
Kehadiran Gus Alex menegaskan komitmen KPK memburu jejak aliran dana yang diduga mengalir ke sejumlah pihak.
Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, sehari sebelumnya telah memberi sinyal bahwa orang-orang dekat Yaqut akan segera dipanggil guna memperdalam penyidikan.
“Jadi biar jelas, kita sedang menelusuri aliran uang tersebut ke pihak-pihak terkait,” kata Asep pada Senin, 25 Agustus 2025.
Pemanggilan ini juga memperkuat strategi KPK yang tengah berupaya mengurai skema penyelewengan kuota haji reguler yang diduga dialihkan secara melawan hukum ke jalur haji khusus.
KPK menilai peran Gus Alex sangat vital karena ia dianggap mengetahui bagaimana praktik pembagian kuota tambahan itu dilakukan hingga melanggar ketentuan undang-undang.
Sebelumnya, kasus ini resmi naik ke tahap penyidikan pada 9 Agustus 2025.
Hanya dua hari sebelum itu, KPK telah memanggil mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas untuk dimintai keterangan selama lebih dari lima jam.
Penyidik menduga bahwa kebijakan pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi telah diselewengkan.
Sesuai aturan dalam UU No. 8 Tahun 2019, porsi kuota haji reguler seharusnya mendapat alokasi sebesar 92 persen, sedangkan haji khusus hanya 8 persen.
Namun, pada praktiknya, Kementerian Agama saat itu justru membagi rata kuota tambahan tersebut, yaitu 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus.
Kebijakan ini diduga melawan hukum dan menjadi pintu masuk terjadinya praktik korupsi dengan nilai yang sangat besar.
Dalam hitungan awal KPK, kerugian negara akibat penyimpangan ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
Nilai tersebut dinilai fantastis dan mencerminkan adanya indikasi permainan sistematis yang melibatkan banyak pihak dalam penyelenggaraan haji periode 2023-2024.
Langkah memeriksa Gus Alex hari ini dipandang sebagai penguatan bukti awal sekaligus upaya untuk mengurai lebih jauh siapa saja yang ikut menikmati keuntungan dari penyelewengan kuota tersebut.
Publik kini menunggu gebrakan berikutnya dari KPK, terutama terkait kemungkinan penetapan tersangka baru dari lingkaran dalam mantan Menteri Agama.
Kasus ini menjadi perhatian besar karena selain menyangkut dana yang sangat besar, juga menyangkut kepercayaan umat terhadap penyelenggaraan ibadah haji yang seharusnya dijalankan secara amanah dan transparan.
Jika KPK mampu membongkar seluruh jaringan permainan ini, skandal haji yang disebut-sebut sebagai salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah penyelenggaraan ibadah umat Islam di Indonesia dapat terbongkar dengan jelas.
Hal itu sekaligus akan menjadi ujian serius bagi komitmen negara dalam memberantas praktik korupsi yang menyentuh ranah sensitif keagamaan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok

