Repelita Jakarta - Sejumlah media menerima pesan WhatsApp mengejutkan dari Paiman Raharjo, mantan Wakil Menteri Desa yang kini menjabat Ketua Umum relawan Sedulur Jokowi, pada Kamis malam, 3 Juli 2025.
Isi pesan tersebut meminta agar media berhenti memberitakan isu ijazah Presiden Joko Widodo yang disebut-sebut dicetak di Pasar Pramuka.
Paiman berdalih, pemberitaan yang terus berlanjut bisa mengganggu kenyamanan para relawan Sedulur Jokowi, terutama di wilayah Jakarta.
Namun permintaan itu justru memantik sorotan tajam.
Banyak kalangan menganggapnya sebagai bentuk tekanan terhadap kebebasan pers.
Sejumlah analis bahkan menyebut langkah tersebut sebagai teror politik terselubung yang mencoba membungkam ruang publik.
Pesan Paiman dinilai seolah menjadi sinyal mobilisasi relawan untuk menghadang pemberitaan yang dianggap merugikan citra Jokowi.
Kondisi ini menimbulkan dugaan bahwa Paiman sedang berupaya mengendalikan narasi melalui kekuatan nonformal.
Dugaan makin kuat ketika konteks pesan itu dikaitkan dengan maraknya kembali isu keraguan atas keaslian ijazah Jokowi.
Paiman seolah menjadi pihak yang berusaha menutup ruang diskusi, bukan menjawab substansi isu.
Beberapa pakar hukum menyebut tindakan semacam ini berpotensi masuk dalam kategori obstruction of justice, atau penghalangan proses keadilan.
Tindakan meminta media menghentikan liputan isu yang berpotensi menyangkut pelanggaran hukum dapat melanggar Pasal 221 KUHP dan Pasal 21 UU Tipikor.
Desakan pun bermunculan agar aparat penegak hukum segera mengambil langkah memeriksa Paiman.
Publik berharap tidak terjadi pembiaran terhadap pola tekanan terhadap media, apalagi jika dilakukan secara terorganisir lewat jaringan relawan.
Jika dibiarkan, tindakan seperti ini bisa mengancam prinsip demokrasi dan merusak tatanan kebebasan pers yang selama ini dijaga.
Kejadian ini menjadi pengingat bahwa intimidasi terhadap media, dalam bentuk apa pun, patut dikritisi dan dilawan secara hukum maupun moral. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok