Repelita Jakarta - Pernyataan Muhadjir Effendy soal kondisi kulit Joko Widodo usai dari Vatikan memicu polemik tajam di ruang publik.
Muhadjir menyebut bahwa iritasi yang dialami mantan presiden disebabkan oleh kesalahan penggunaan sabun selama kunjungan tersebut.
Namun penjelasan itu dianggap janggal oleh banyak pihak, termasuk pegiat media sosial Alifurrahman.
“Pak Muhadjir bilang bahwa itu mungkin karena Pak Jokowi salah menggunakan sabun ketika berkunjung ke Vatikan,” ucap Alifurrahman dalam tayangan di kanal YouTube Seword TV pada 25 Juni 2025.
Menurutnya, penjelasan itu tidak masuk akal jika dilihat dari sisi medis.
Ia mempertanyakan bagaimana mungkin sabun bisa menyebabkan gejala ekstrem seperti kulit terkelupas, wajah membengkak, dan leher rusak hanya karena tidak cocok.
“Secara teori medis itu bisa dibilang mustahil. Enggak ada celah sedikit pun kemungkinan yang bisa menyebabkan bahwa kulit bisa terkelupas sedemikian rupa hanya gara-gara masalah sabun. Pakai sabun yang salah ketika berada di Vatikan,” tegasnya.
Ia juga menyoroti bahwa banyak orang ikut dalam rombongan kunjungan ke Vatikan, termasuk pejabat dan staf lain, namun tidak menunjukkan gejala serupa.
Dari sisi logika, ia menganggap penjelasan tersebut terlalu dipaksakan.
Alifurrahman menambahkan bahwa sabun lokal biasanya justru menyebabkan kulit kering di iklim Eropa, bukan sebaliknya.
Hal itu semakin memperkuat keraguan publik terhadap keterangan resmi yang disampaikan.
Ia menyayangkan bahwa Muhadjir Effendy sebagai tokoh Muhammadiyah yang dikenal cerdas justru memberikan penjelasan yang menimbulkan kontroversi.
“Jadi dalam hal ini saya kasihan sekali dengan Pak Muhadjir Effendy karena ya dia adalah tokoh Muhammadiyah yang sangat dihormati. Hari ini jadi bahan tertawaan gara-gara teori sabun yang disampaikan oleh Pak Jokowi atau Bu Iriana,” ujar Alifurrahman.
Pernyataan ini menuai berbagai reaksi dari publik.
Sebagian menyayangkan penggunaan alasan yang dinilai tidak masuk akal, sementara yang lain menganggap ini bentuk dari kegagalan komunikasi yang memperburuk citra di mata masyarakat.
Diskusi tentang hal ini masih terus berlangsung, terutama karena menyangkut kredibilitas pejabat dan cara negara memberikan informasi kepada rakyat. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok.