Repelita Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menekankan pentingnya keberlanjutan dan inklusivitas dalam pembangunan nasional, terutama di sektor infrastruktur.
Ia menyatakan bahwa pembangunan tidak hanya soal membangun jalan atau pelabuhan, tetapi juga soal memitigasi dampak dari proyek-proyek tersebut.
Pernyataan itu disampaikan dalam International Conference on Infrastructure (ICI) 2025.
Menurutnya, keberhasilan pembangunan tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah.
Diperlukan peran aktif sektor swasta, kerja sama strategis, dan pembiayaan inovatif agar proyek infrastruktur berjalan efektif dan berkelanjutan.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa pemerintah telah memperkuat kebijakan dengan menerapkan kerangka kerja ESG sejak 2022 dalam pembiayaan infrastruktur.
Melalui pendekatan tersebut, Indonesia berhasil menghimpun investasi sebesar 18,8 miliar dolar AS.
Pemerintah juga terus mendorong skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) melalui berbagai fasilitas seperti PDF, VGF, dan penjaminan melalui IIGF.
Skema Availability Payment juga digunakan untuk mendukung proyek strategis nasional.
Selain itu, pemerintah membentuk platform SDG Indonesia One (SIO) yang dikelola PT SMI guna menampung dana dari berbagai mitra internasional.
Melalui SIO, telah terkumpul investasi senilai 3,29 miliar dolar AS, dengan realisasi 396 juta dolar AS.
Pemerintah turut mendorong penerbitan green sukuk atau obligasi hijau syariah sebagai sumber pembiayaan berkelanjutan.
Sejak 2018, green sukuk telah diterbitkan senilai 6,6 miliar dolar AS di pasar global dan Rp78,8 triliun di domestik.
Sri Mulyani menutup pernyataannya dengan ajakan untuk bersama-sama menjaga bumi sambil mencapai tujuan pembangunan. (*)
Editor: 91224 R-ID Elok