Repelita Lombok Timur - Pemerintah Kabupaten Lombok Timur menyoroti lemahnya penerapan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual oleh aparat penegak hukum.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana, Ahmat, menyampaikan keprihatinannya atas banyaknya kasus kekerasan terhadap anak yang tidak ditindaklanjuti secara hukum.
Ia mencontohkan kasus perkawinan usia anak yang kerap luput dari proses hukum, padahal sudah ada pelapor.
“Mencuri ayam saja diproses hukum. Masa merampas hak anak tidak diproses? Pelapor itu sudah cukup,” kata Ahmat.
Ia menyebutkan banyak kasus kekerasan seksual dan perkawinan anak yang akhirnya diselesaikan dengan mediasi.
Menurutnya, penegak hukum enggan menggunakan UU TPKS dengan dalih kurangnya saksi atau bukti.
Ahmat menegaskan Pemkab Lombok Timur memiliki komitmen kuat untuk mengatasi perkawinan anak.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah daerah telah menetapkan berbagai regulasi sebagai bentuk pencegahan.
Pada 2021, Bupati saat itu, Haerul Warisin, menginstruksikan camat dan kepala desa menyusun peraturan desa terkait pencegahan perkawinan anak.
Pemkab juga telah mengeluarkan Peraturan Bupati Nomor 41 Tahun 2020 tentang Perkawinan Anak.
Di tingkat provinsi, upaya ini diperkuat dengan adanya Peraturan Daerah tentang Penundaan Usia Perkawinan.(*)
Editor: 91224 R-ID Elok

